Effendy Asmawi Alhajj

Jumat, 23 Maret 2012

TEKS KHUTBAH IDUL FITRI




خطبة عيد الفطرى






تأليف
محمد افندى عشماوى

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


الله اكبر  -الله اكبر –الله اكبر -   3×  الله اكبر كبير  ا ،  والحمد لله كثيرا ، وسبحان الله بكرة واصيلا ، لااله الا الله ولا نعبد الا اياه مخلصين له الدين ، ولو كره الكافرون، لااله الا الله وحده ، صدق وعده ، ونصر عبده،  واعز جنده وهزم الأحزاب وحده ، لااله الا الله  والله اكبر ، الله اكبر ولله الحمد *
الحمد لله الذى جعلنا رمضان ، الذى يربي الإ نسان وحاليا وجاء عيد الفطر المبارك ، ليفرح الإ نسان الذى فيه لعبرةللاولى الأ لباب ،
اشهد ان لا اله الا الله وحده لاشربك له واشهد ان محمدا عبده ورسوله ، اللهم صل وسلم وبارك على محمد وعلى آله وصحبه اجمعين ، اما بعد فيا عباد الله ، اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون- الله اكبر ولله الحمد




Jamaah Rahimakumullah,

Pagi ini pajar Syawal 1431 H memancarkan sinar kemenangan, ditandai dengan takbir, tahmid dan tahlil menghantarkan kita ke penghujung Ramadhan yang menggoreskan seberkas prestasi ibadah puasa kita sebagai pengakuan imani kepada-Nya.
Dan inilah kurikulum kehidupan Ramadhan yang disabdakan Rasul saw ;

من صام رمضان ايمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
…barangsiapa yang berpuasa ramadhan dengan “imanan dan ihtisaban”maka Allah hapuskan segala dosanya yang akan datang…
Betapa indah kenangan yang ditinggalkan ramadhan, berulang-ulang ritme peristiwa religius ini melintas di tengah-tengah atmosfir kehidupan kita sesuai dengan dinamika usia kita.

Namun sayang, kita tidak mampu menyikapi secara relegi dan hakiki. Idulfitri sering kita asosiasikan dan sosialisasikan secara kerdil dan sempit.
Barangkali terlalu rendah nilai Idulfitri, jika hanya kita presentasikan dalam format pakaian baru, ketupat lebaran, tukar-menukar parcel, kiriman sms, kiriman kartu lebaran dan lain sebagainya asesoris hedonisme duniawi.
Sebab Idulfitri lebih tinggi derajatnya dari segala bentuk gegap-gempitanya pesta hura-hura pasca ramadhan.
Simbolisme religius Idulfitri tidak bisa diwakili oleh romantisme kultural forum halal bi halal, karena tidak bersentuhan sama sekali dengan dialektika baik nilai sosial maupun teologis yang sesungguhnya dikandung dan dituntut oleh konteks nilai Idulfitri itu sendiri.
Sehingga Idulfitri bukanlah milik mereka yang berpakaian baru, punya makanan yang

lezat, bisa pulang kampung – mudik lebaran atau bukan pula milik mereka yang secara demonstratif larut dalam  ritus ”halal bi halal” ala tradisi kebudayaan kita selama ini.
Idulfitri milik hamba Allah yang tingkat kepatuhan Ilahiyahnya menyubur, mentalitas religiusnya membaik, perspektif dimensi khilafahnya bersifat makruf dan langit-langit rohaninya penuh taburan nuansa takwa plus kebersihan hati dan lingkungannya, terpelihara, adipura ruhi dan jasadinya membentang keteladanan, lulus menjadi manusia sejati – kembali, lahir dari sejarah pengembaraan dalam mencari dan menemukan simpul-simpul kebenaran Ilahi, sehingga jati diri dan etos kemakhlukan insaniyahnya menjadi semakin paripurna.

JAMAAH RAHIMAKUMULLAH,



Sungguh teramat panjang rentang sejarah, realitas wacana keagamaan kita terperangkap dalam sangkaan-sangkaan kerdil tentang kesucian Idulfitri.
Mengapa ketika peta pemahaman agama semakin luas dan gairah keimanan semakin meningkat tetapi Idulfitri masih tetap kita aktualisasikan secara konservatif dan sempit sebagai kelegaan personal dan kegembiraan sosial sesaat, dalam bentuk budaya konsumtivisme ? Bukankah hal ini bermakna bahwa ajaran agama berupa puasa ramadhan terkesan sebagai pengekangan atau keterpaksaan ritus, bukan kepatuhan religius yang ditaruh di atas basis keimanan ?
Kemudian ketika kekangan tersebut dilepaskan, maka kitapun tenggelam dalam euphoria ”balas dendam” ! Tidakkah fenomena seperti ini sangat bertolak belakang  dengan kontekstual ramadhan yang mengajarkan ”imsak” / nilai-nilai menahan

dalam berbagai aspek untuk  diimplementasikan di luar bulan suci ramadhan ?.
Sangat disayangkan, justru di Idulfitri ini sering terjadi proses sublimasi nilai-nilai . Gerbang Syawal yang semestinya merupakan langkah awal restorasi jatidiri, untuk menapak hari esok yang lebih religi, tetapi sering kita kotori dengan sangkaan-sangkaan takhayul tantang ajaran agama, melalui prilaku foya-foya dan kemubabadziran yang sangat bersinggungan dengan kekufuran dan prilaku setan.
Al-Qur’an mengingatkan ;                                  
ان المذرين كانوا اخوان الشياطين وكان الشيطان لكم عدو مبين
...”sesungguhnya mubadzir itu, bersaudara kembar dengan setan dan setan adalah musuh yang nyata”...


Di pentas Idulfitri, kita mempertontonkan kembali sepak terjang kita sebenarnya, wajah bopeng kita sesungguhnya  yang penuh keserakahan, kecurangan, kecongkakan, asosial, asusila, penuh tipu daya dalam melakukan perampokan-perampokan struktural terhadap milik hak-hak orang lain.

Padahal Idulfitri menurut filosofi syariat agama adalah hari kemenangan. Kemenangan yang fithri (suci) melalui proses pembasuhan kedekilan masa lalu dengan metode berpuasa di bulan Ramadhan.
Tetapi melalui sebuah perenungan jujur dan bening, berhakkah kita memperoleh kemenangan tersebut, jika level dan kualitas puasa Ramadhan kita baru pada tingkat elementery, tingkat dasar, sebatas tidak makan dn tidak minum dari imsak hingga berbuka ?


Sementara kita masih belum sanggup melaksanakan puasa sosial, puasa ekonomi dan puasa-puasa lainnya yang tidak menggunakan sewenang-wenang pedang kekuasaan yang kita genggam dan puasa agar tidak menindas antar sesama ?
Kita manusia pada filosofinya adalah anak-anak yang tak pernah dewasa yang dalam dinamikanya dikendalikan dan dikungkung oleh keegoan diri kita, perilaku kanibalisme antar sesama merupakan catatan yang tidak pernah usang dalam prasasti sejarah kehidupan anak manusia.
Kita sering mempertahankan ego pendapat kita dan bahkan kita mengabaikan pendapat orang lain, kita bersikeras dengan satu hujjah dan menganggap remeh hujjah orang lain.
Itulah panggung peradaban kita dalam rivalitas keegoan kita, al-Qur’an mengingatkan kita,  manusia itu ;


ظلوما جهولا
...” dzalim lagi bodoh ”...
JAMAAH RAHIMAKUMULLAH,
Persoalan kalah – menang, lemah – kuat, menguasai dan dikuasai adalah sejarah peradaban manusia, karena kemenangan dalam peta pemahaman budaya kita adalah bagaimana menciptakan kekalahan terhadap pihak lain.
Kemenangan  sejati (                      الفائزين    ) bukanlah kemenangan atas kekalahan orang lain. Kemenangan sejati adalah kemenangan menghadapi diri sendiri dalam menaklukkan  nafsu keakuan yang berkobar-kobar.
Bukankah sabda popular Rasul saw mengatakan bahwa kemenangan agung itu hanya bisa diperoleh melalui peperangan sengit melawan hawa nafsu sendiri !

Musuh utama kita bukanlah siapa-siapa, melainkan nafsu kita sendiri, peperangan

tersebut telah kita laksanakan sebulan penuh melalui metode puasa Ramadhan.
Hakikat puasa Ramadhan adalah upaya untuk memerdekan diri dari segala jajahan nafsu sendiri guna memperoleh kembali kefitrian diri yang sejati karena kefitrian inilah sebenarnya dicari dan diharapkan oleh jiwa manusia yang hakikatnya memang fitri.
Maka kefithrian merupakan proses perjalanan sunyi jiwa seorang “abid” memasuki gerbang “perjalanan kembali” (idul fithri), menuju kepada kefithrian sejati, laksana bayi yang baru dilahirkan oleh ibu kehidupan, mudah – mudahan tidak kita kotori dengan polusi hedonistik duniawi hingga ke tempat pembaringan terakhir nan abadi. Dan mudah – mudahan kita termasuk orang yang “fa-izin” dan golongan orang – orang muttaqin, insya Allah.


اولئك لهم نصيب مما كسبوا والله سريع الحساب
Sebagai kesimpulan dari khutbah ini :
1.              Ramadhan dengan silabus puasanya memberikan latihan melatih jiwa yang stabil dalam memahami makna kehidupan ini.
2.              Idul Fithri dengan berita dan fadhilatnya menjanjikan kita menjadi insan ”a-idin” (kembali kepada fithrah – manusiawi suci) dan ”fa-izin” (sukses dalam menerpa nafsu murka menjadi pribadi konstrukif – budi pekerti).
3.              Makna aktualisasi Ramadhan dan Idul Fithri mendidik kita menjadi insan muttaqin dalam melatih pribadi kita untuk selalu mengamalkan Islam dalam bahasa

4.              lain ”mengajarkan konstektual kehidupan hakiki” insya Allah.

الله اكبر ولله الحمد
Akhirnya, marilah kita berdo’a kepada Allah SWT, dengan niat yang ikhlas dan hati yang khusyu’ dengan mengangkat kedua tangan , semoga Allah berkenan :
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات،الأحياء منهم والأموات

Ya Allah,Ya Ghafurur Rahim,
Ampuni dosa dan kesalahan kami, kealfaan dan keserakahan kami karena ketidak tahuan kami.
Ya Allah, Ya Lathiful Khabir,
Kuatkan dan tambahkan iman kami, jadikan kami dengan fadhilat Ramadhan insan yang mampu mengendalikan gambaran makna hakikat kehidupan.




Ya Allah, Tuhan kami,
Ramadhan telah berlalu, sejuta harapan dan pinta mengharap ridha, temukan lagi lagi kami pada Ramadhan yang akan datang, ya Rahman! Kami sadar, banyak yang kami pinta, tapi hanya angan – angan belaka, kami hanya pandai mrngucap, namun setelah itu lenyap. Ya Allah, betapa naifnya kami, tatkala berhadapan dengan bulan-Mu Ramadhan, betapa banyak kelalaian dalam menegakkan amaliah Ramadhan, berbagai alasan, untuk mengajar keduniawian.
Ya Allah, Ya Adzim, Ya Wasial Maghfirah, anta Rabbuna, Rabbul Arsyistawa,
Kami sadar, betapa banyak aktivitas yang kami kerjaka, melanggar aturan, kami berharap ya Rabb, tuntutlah kami menuju sarat kegiatan dalam paduan dan perlindungan-Mu, Habiburrahman.


Ya Allah, anta Rabbuna, kami banyak lalai dan alpa, berlumur noda, bergelimang dalam dosa, tapi kami masih tertawa. Ya Allah, betapa nista – hina, tapi kami tetap sujud pada-Mu Rabbana. Kami bersujud pada-Mu, hanya kadang – kadang perlu.
Ya Allah, Engkulah yang Maha Tahu, kami bertafakkur Ya Izzati di pagi yang Fithri ini, mengharap kelembutan hati, meyakinkan, menambah kadar iman dan islam kami. Dua jadikan kami Ya Allah, kemenangan sejati, kefithrian yang hakiki, bersih kembali laksana bayi yang baru dilahirkan oleh rahim ibu kehidupan.

Ya Allah,  Ya Rahman, Ya Mujibas-sa-ilin :




اللهم الف بين قلوبنا واصلح ذات بيننا واهدنا سبل السلام ونجنا من الظلمات الى النور وجنبنا الفواحش ماظهر منها وما بطن – اللهم اجعلنا من الصائمين العائدين والفائزين- والصابرين الشاكرين اللهم اكشف عنا من البلاء والوباء والفخشاء والمنكر- ربنا تقبل منا دعاءنا انك انت السميع الدعاء- ربنا آتنا فى الدنيا حسنة وفى الآخرة حسنة وقنا عذاب النار – والحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

1 komentar:

Guest Book