خطبة عيد الفطرى
تأليف
محمد افندى عشماوى
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله
اكبر -الله اكبر –الله اكبر - 3×
الله اكبر كبير ا ، والحمد لله كثيرا ، وسبحان الله بكرة واصيلا ،
لااله الا الله ولا نعبد الا اياه مخلصين له الدين ، ولو كره الكافرون، لااله الا
الله وحده ، صدق وعده ، ونصر عبده، واعز
جنده وهزم الأحزاب وحده ، لااله الا الله
والله اكبر ، الله اكبر ولله الحمد *
الحمد لله الذى جعلنا رمضان ، الذى يربي الإ نسان وحاليا
وجاء عيد الفطر المبارك ، ليفرح الإ نسان الذى فيه لعبرةللاولى الأ لباب ،
اشهد ان لا اله الا الله وحده لاشربك له واشهد ان محمدا
عبده ورسوله ، اللهم صل وسلم وبارك على محمد وعلى آله وصحبه اجمعين ، اما بعد فيا
عباد الله ، اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن الا
وانتم مسلمون- الله اكبر ولله الحمد
Jamaah Rahimakumullah,
Pagi ini pajar
Syawal 1431 H memancarkan sinar kemenangan, ditandai
dengan takbir, tahmid dan tahlil menghantarkan kita ke penghujung Ramadhan yang
menggoreskan seberkas prestasi ibadah puasa kita sebagai pengakuan imani
kepada-Nya.
Dan inilah
kurikulum kehidupan Ramadhan yang disabdakan Rasul saw ;
من صام رمضان
ايمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
…barangsiapa yang berpuasa ramadhan dengan “imanan dan
ihtisaban”maka Allah hapuskan segala dosanya yang akan datang…
Betapa indah
kenangan yang ditinggalkan ramadhan, berulang-ulang ritme peristiwa religius
ini melintas di tengah-tengah atmosfir kehidupan kita sesuai dengan dinamika
usia kita.
Namun sayang,
kita tidak mampu menyikapi secara relegi dan hakiki. Idulfitri sering kita asosiasikan dan
sosialisasikan secara kerdil dan sempit.
Barangkali terlalu rendah nilai Idulfitri,
jika hanya kita presentasikan dalam format pakaian baru, ketupat lebaran,
tukar-menukar parcel, kiriman sms, kiriman kartu lebaran dan lain sebagainya
asesoris hedonisme duniawi.
Sebab Idulfitri lebih tinggi derajatnya
dari segala bentuk gegap-gempitanya pesta hura-hura pasca ramadhan.
Simbolisme religius Idulfitri tidak bisa
diwakili oleh romantisme kultural forum halal bi halal, karena tidak
bersentuhan sama sekali dengan dialektika baik nilai sosial maupun teologis
yang sesungguhnya dikandung dan dituntut oleh konteks nilai Idulfitri itu
sendiri.
Sehingga Idulfitri bukanlah milik mereka
yang berpakaian baru, punya makanan yang
lezat, bisa pulang kampung – mudik lebaran
atau bukan pula milik mereka yang secara demonstratif larut dalam ritus ”halal bi halal” ala tradisi kebudayaan
kita selama ini.
Idulfitri milik hamba Allah yang tingkat
kepatuhan Ilahiyahnya menyubur, mentalitas religiusnya membaik, perspektif
dimensi khilafahnya bersifat makruf dan langit-langit rohaninya penuh taburan
nuansa takwa plus kebersihan hati dan lingkungannya, terpelihara, adipura ruhi
dan jasadinya membentang keteladanan, lulus menjadi manusia sejati – kembali,
lahir dari sejarah pengembaraan dalam mencari dan menemukan simpul-simpul
kebenaran Ilahi, sehingga jati diri dan etos kemakhlukan insaniyahnya menjadi
semakin paripurna.
JAMAAH RAHIMAKUMULLAH,
Sungguh teramat panjang rentang sejarah,
realitas wacana keagamaan kita terperangkap dalam sangkaan-sangkaan kerdil
tentang kesucian Idulfitri.
Mengapa ketika peta pemahaman agama
semakin luas dan gairah keimanan semakin meningkat tetapi Idulfitri masih tetap
kita aktualisasikan secara konservatif dan sempit sebagai kelegaan personal dan
kegembiraan sosial sesaat, dalam bentuk budaya konsumtivisme ? Bukankah hal ini
bermakna bahwa ajaran agama berupa puasa ramadhan terkesan sebagai pengekangan
atau keterpaksaan ritus, bukan kepatuhan religius yang ditaruh di atas basis
keimanan ?
Kemudian ketika kekangan tersebut
dilepaskan, maka kitapun tenggelam dalam euphoria ”balas dendam” ! Tidakkah
fenomena seperti ini sangat bertolak belakang
dengan kontekstual ramadhan yang mengajarkan ”imsak” / nilai-nilai
menahan
dalam berbagai aspek untuk diimplementasikan di luar bulan suci ramadhan
?.
Sangat disayangkan, justru di Idulfitri
ini sering terjadi proses sublimasi nilai-nilai . Gerbang Syawal yang
semestinya merupakan langkah awal restorasi jatidiri, untuk menapak hari esok
yang lebih religi, tetapi sering kita kotori dengan sangkaan-sangkaan takhayul
tantang ajaran agama, melalui prilaku foya-foya dan kemubabadziran yang sangat
bersinggungan dengan kekufuran dan prilaku setan.
Al-Qur’an mengingatkan ;
ان المذرين كانوا اخوان الشياطين وكان الشيطان لكم عدو مبين
...”sesungguhnya mubadzir itu, bersaudara
kembar dengan setan dan setan adalah musuh yang nyata”...
Di pentas Idulfitri, kita mempertontonkan
kembali sepak terjang kita sebenarnya, wajah bopeng kita sesungguhnya yang penuh keserakahan, kecurangan,
kecongkakan, asosial, asusila, penuh tipu daya dalam melakukan
perampokan-perampokan struktural terhadap milik hak-hak orang lain.
Padahal Idulfitri menurut filosofi syariat
agama adalah hari kemenangan. Kemenangan yang fithri (suci) melalui proses
pembasuhan kedekilan masa lalu dengan metode berpuasa di bulan Ramadhan.
Tetapi melalui sebuah perenungan jujur dan
bening, berhakkah kita memperoleh kemenangan tersebut, jika level dan kualitas
puasa Ramadhan kita baru pada tingkat elementery, tingkat dasar, sebatas tidak
makan dn tidak minum dari imsak hingga berbuka ?
Sementara kita masih belum sanggup
melaksanakan puasa sosial, puasa ekonomi dan puasa-puasa lainnya yang tidak
menggunakan sewenang-wenang pedang kekuasaan yang kita genggam dan puasa agar
tidak menindas antar sesama ?
Kita manusia pada filosofinya adalah
anak-anak yang tak pernah dewasa yang dalam dinamikanya dikendalikan dan
dikungkung oleh keegoan diri kita, perilaku kanibalisme antar sesama merupakan
catatan yang tidak pernah usang dalam prasasti sejarah kehidupan anak manusia.
Kita sering mempertahankan ego pendapat
kita dan bahkan kita mengabaikan pendapat orang lain, kita bersikeras dengan
satu hujjah dan menganggap remeh hujjah orang lain.
Itulah panggung peradaban kita dalam
rivalitas keegoan kita, al-Qur’an mengingatkan kita, manusia itu ;
ظلوما جهولا
...” dzalim lagi
bodoh ”...
JAMAAH RAHIMAKUMULLAH,
Persoalan kalah – menang, lemah – kuat,
menguasai dan dikuasai adalah sejarah peradaban manusia, karena kemenangan
dalam peta pemahaman budaya kita adalah bagaimana menciptakan kekalahan terhadap
pihak lain.
Kemenangan
sejati ( الفائزين )
bukanlah kemenangan atas kekalahan orang lain. Kemenangan sejati adalah
kemenangan menghadapi diri sendiri dalam menaklukkan nafsu keakuan yang berkobar-kobar.
Bukankah sabda popular Rasul saw
mengatakan bahwa kemenangan agung itu hanya bisa diperoleh melalui peperangan
sengit melawan hawa nafsu sendiri !
Musuh utama kita bukanlah siapa-siapa,
melainkan nafsu kita sendiri, peperangan
tersebut telah kita laksanakan sebulan
penuh melalui metode puasa Ramadhan.
Hakikat puasa Ramadhan adalah upaya untuk
memerdekan diri dari segala jajahan nafsu sendiri guna memperoleh kembali
kefitrian diri yang sejati karena kefitrian inilah sebenarnya dicari dan
diharapkan oleh jiwa manusia yang hakikatnya memang fitri.
Maka
kefithrian merupakan proses perjalanan sunyi jiwa seorang “abid” memasuki
gerbang “perjalanan kembali” (idul fithri), menuju kepada kefithrian sejati,
laksana bayi yang baru dilahirkan oleh ibu kehidupan, mudah – mudahan tidak
kita kotori dengan polusi hedonistik duniawi hingga ke tempat pembaringan
terakhir nan abadi. Dan mudah – mudahan kita termasuk orang yang “fa-izin” dan
golongan orang – orang muttaqin, insya Allah.
اولئك لهم نصيب
مما كسبوا والله سريع الحساب
Sebagai kesimpulan dari khutbah ini :
1.
Ramadhan
dengan silabus puasanya memberikan latihan melatih jiwa yang stabil dalam
memahami makna kehidupan ini.
2.
Idul
Fithri dengan berita dan fadhilatnya menjanjikan kita menjadi insan ”a-idin”
(kembali kepada fithrah – manusiawi suci) dan ”fa-izin” (sukses dalam menerpa
nafsu murka menjadi pribadi konstrukif – budi pekerti).
3.
Makna
aktualisasi Ramadhan dan Idul Fithri mendidik kita menjadi insan muttaqin dalam
melatih pribadi kita untuk selalu mengamalkan Islam dalam bahasa
4.
lain
”mengajarkan konstektual kehidupan hakiki” insya Allah.
الله اكبر ولله الحمد
Akhirnya, marilah kita berdo’a kepada Allah SWT, dengan niat yang ikhlas
dan hati yang khusyu’ dengan mengangkat kedua tangan , semoga Allah berkenan :
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات،الأحياء منهم والأموات
Ya Allah,Ya Ghafurur Rahim,
Ampuni dosa dan kesalahan kami, kealfaan dan keserakahan kami karena
ketidak tahuan kami.
Ya Allah, Ya Lathiful Khabir,
Kuatkan dan tambahkan iman kami, jadikan kami dengan fadhilat Ramadhan
insan yang mampu mengendalikan gambaran makna hakikat kehidupan.
Ya Allah, Tuhan kami,
Ramadhan telah berlalu, sejuta harapan dan pinta mengharap ridha, temukan
lagi lagi kami pada Ramadhan yang akan datang, ya Rahman! Kami sadar, banyak
yang kami pinta, tapi hanya angan – angan belaka, kami hanya pandai mrngucap,
namun setelah itu lenyap. Ya Allah, betapa naifnya kami, tatkala berhadapan
dengan bulan-Mu Ramadhan, betapa banyak kelalaian dalam menegakkan amaliah
Ramadhan, berbagai alasan, untuk mengajar keduniawian.
Ya Allah, Ya Adzim, Ya Wasial Maghfirah, anta Rabbuna, Rabbul Arsyistawa,
Kami sadar, betapa banyak aktivitas yang kami kerjaka, melanggar aturan,
kami berharap ya Rabb, tuntutlah kami menuju sarat kegiatan dalam paduan dan
perlindungan-Mu, Habiburrahman.
Ya Allah, anta Rabbuna, kami banyak lalai dan alpa, berlumur noda,
bergelimang dalam dosa, tapi kami masih tertawa. Ya
Allah, betapa nista – hina, tapi kami tetap sujud pada-Mu Rabbana. Kami
bersujud pada-Mu, hanya kadang – kadang perlu.
Ya Allah, Engkulah yang Maha Tahu, kami bertafakkur Ya Izzati di pagi yang
Fithri ini, mengharap kelembutan hati, meyakinkan, menambah kadar iman dan
islam kami. Dua jadikan kami Ya Allah, kemenangan sejati, kefithrian yang
hakiki, bersih kembali laksana bayi yang baru dilahirkan oleh rahim ibu
kehidupan.
Ya Allah, Ya Rahman, Ya
Mujibas-sa-ilin :
اللهم الف بين قلوبنا واصلح ذات بيننا واهدنا سبل السلام
ونجنا من الظلمات الى النور وجنبنا الفواحش ماظهر منها وما بطن – اللهم اجعلنا من
الصائمين العائدين والفائزين- والصابرين الشاكرين اللهم اكشف عنا من البلاء
والوباء والفخشاء والمنكر- ربنا تقبل منا دعاءنا انك انت السميع الدعاء- ربنا آتنا
فى الدنيا حسنة وفى الآخرة حسنة وقنا عذاب النار – والحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Mohon izin Copas Ustadz
BalasHapus