Effendy Asmawi Alhajj

Jumat, 23 Maret 2012

TUHAN! KAMI MASIH MUALLAF







TUHAN !
KAMI MASIH











EFFENDY ASMAWI ALHAJJ



































                      











bismillahirrahmanirrahim








Tuhan ! Kami  Masih Muallaf
oleh : Effendy Asmawi Alhajj



Desain Sampul           : EA’s Computer
Lay Out                      : Mutiara Offset



Hak cipta dilindungi undang-undang
All right reserved
@ 2010  EA
http ://www.hmeasmawi.com


Cetakan I,  September 2010 / Sya’ban 1431


Diterbitkan oleh :
Yayasan Paramakkiya  Kota Batam
PO. Box 1002/BTAMN-Batam 29444
Telp. 0778 – 9172411 HP. 081270030911
Fax . 0778 – 451547














Buat
saudaraku se-iman

























Ihdinas-shithal mustaqim






















Renungan


berpikir positif memberi banyak manfaat
bukan saja pada hubungan muamalah
tapi juga pada hubungan
UBUDIYAH
maka
berpikir positiflah
bersabarlah
dan
setelah itu
rasakan apa yang terjadi ?


*****


orang yang bijak
akan  membuat banyak
kesempatan bukan menunggu
k.e.s.e.m.p.a.t.a.n.






AWAL KALAM

Alhamdulillah, tulisan ini dapat juga diselesaikan walaupun menyisihkan sedikit waktu di sela-sela kegiatan memberikan motivation teachers baik di Batam, Tanjungpinang dan Lingga.

Tulisan ini terinspirasi  dari peserta pelatihan tersebut, berbagai polah dan tingkah mereka, bukan saja dalam interaksi pembelajaran semata, tapi juga tentang kehidupan syumul  yang inheren.

Tulisan ini amat sederhana, tapi mudah-mudahan dapat memberikan motivasi kepada kita dalam simpai perbaikan kehidupan dalam menggapai nilai-nilai insaniyah pada masa yang akan datang..

Semoga bermanfaat, amin.
                                    Batam,   September 2010
                                                   Syawal 1431
                                    Penulis,

                                    Effendy Asmawi Alhajj







































TAFAKKUR IFTITAH


Alangkah indhnya bila wajahmu tetap manis, walau problematika kehidupan terasa
penuh getiran kepahitan
alangkah mulianya
bila hatimu
penuh
keikhlasan
walau di sekitarmu
gemerlapan kebencian dan
lemarahan    (syair Arab)








































DAFTAR  ISI
                                                            halaman

Al-Ihda                                                           5

Renungan                                                        7

Awal Kalam                                                    11

Renungan Sufistik Seorang Guru                   13

Munajat Guru                                                  19
  1. Iftitah                                                  25
  2. Ketika (DIA) memakai kacamata
hitam                                                  29
  1. Tuhan, maafkan Aku                          36
(renungan sufistik)

Memo                                                              47



















































1. TUHAN,
KAMI masih muallaf


































1. Tuhan ! Kami Masih Muallaf

Dunia sudah tua
berbagai dinamika sudah
penuh tipu daya, harta sampai jiwa
namun
semua itu merupakan
sebuah gejala
orang sudah mencintai dunia
dan melupakan akhiratnya
orang sudah bangga berbuat dosa
dan enggan untuk istighfar kepada-NYA
orang sudah mabuk ngumpulin harta
dunia, dan lupa membayar
zakatnya
orang sibuk membangun istana
dan lupa istana kuburnya
masya Allah, lahaula
wala quwata
illabillah

inilah dunia
sudah
tua
itupun kami masih tertawa
walau bergelimang  dosa
sadar sich sejenak, kemudian lupa
ILAHI ANTA RABBI
WA – ANA
ABDUK


Kita malu dewasa ini, jadi rakyat bebas sebebas-bebasnya, hingga arogansi dan demo itu menu harian, mencaci dan hasad itu bahan penghasilan, penguasa bertindak seenaknya, kurang peduli apapun rakyatnya.

Penegak hukum, sering melanggar hukum, hingga hukum diracik jadi menu makanan, fulus adalah penentu  hukuman.
Bahkan penjara disulap menjadi hotel berbintang.

Tuhan !
Hati kecil ini menjerit, kepada siapakah hamba mengadu ? Jika para pembawa panji cinta mengibarkan bendera permusuhan, menabuh gendrang nafsu angkara, menggoncang jiwa tanpa dosa ?
Masih pantaskah kita menerima cinta-NYA, sedang bayangan hidup kita penuh dengan kebencian dan nyala permusuhan.

Mulut kita berbusa mendendangkan cinta, menyebarkan rahmat sekalian alam, tapi nyatanya kita  terpuruk di balik  panji kesombongan, membusungkan dada dan saling menebar caki-maki kebencian dengan dalih demokratisasi.

Tuhan !
Tangan apa yang harus kami pakai, untuk menutupi rasa malu dan luka hati.
Kebanggaan apa lagi lagi yang masih tersisa untuk menampakkan sosok wajah yang  mengaku orang beriman ?
Bahasa apakah  yang pantas kami ucapkan untuk melukiskan akhlak bangsa yang ramah-tamah, lemah-lembut dan sopan santun ? Sedang di depan kami, orang saling berebut kursi dengan saling menghujat, menjilat dalam tawuran yang rusuh, mengaum dan tak segan membunuh !

Kami ternyata masih muallaf, dalam menghadapi situasi seperti ini, dalam belajar agama kami masih tertatih, memang kami lancar membaca al-Qur’an bahkan kami juara internasional, tapi pemahaman dan pelaksanaannya, kami masih terbata.
Bahkan kami punya majelis taklim, berpakaian serba putih, wirid dengan kalimah-kalimah thayyibah, tapi kami belum bisa berbuat banyak, terhadap masyarakat kami yang merampok yang melacur yang menggadaikan keimanannya, katanya sich dengan dalih kehidupan.

Para pemimpin kami juga luar biasa, ada tamatan sarjana Agama bahkan rata-rata sudah S2, tapi gaya kepemimpinannya ”subhanallah” mereka dengan dalih kemasyarakatan, berani melanggar perintah-Mu, bahkan kadang-kadang tatkala azdan, mereka masih sibuk memimpin rapat, seolah tak mendengar perintah-Mu, Tuhan !
Ach, kami masih muallaf !

Bahkan penegak hukum  kami, sangat konsekuin dengan ketidakkonsekuinannya, orang bersalah, pagi ditangkap, siang diproses, e- malamnya dilepaskan dengan fulus imbalan.
Ach, kami masih muallaf !

Wakil-wakil kami yang terhormat, lebih lucu lagi, mereka mewakili rakyat tapi kok sombong dengan rakyatnya, mereka memang mengaku atas nama rakyat, berdalih demi kepentingan rakyat, kepentingan agama, kepentingan politik, kepentingan ekonomi dan berbagai kepentingan-kepentingan lainnya tapi sebenarnya demi kepentingan ”bang-saku-nya” masing-masing.
Benar-benar kami masih muallaf !

Para pengusaha kami juga yach, mirip-mirip semua demi kepentingan usahanya, kalau sudah kepepet ”semua jadi halal”

Lain lagi cerita Guru, gudangnya SDM bangsa ini, sekarang sudah kurang keikhlasannya, sibuk mengkalkulasi, mungkin juga sebagai perbaikan diri, sudah menggadaikan kualitas tuntutan.

Demikian juga rekan kami para wartawan yang mereka ini sebagai controlship sosial dalam semua lini kehidupan, ach, ujung-ujungnya juga imbalan.
Dan ini sudah rahasia umum. Bahkan siapapun diantara kami termasuk ustadz yang sudah mirip dengan dukun dan sebaliknya.

Bahkan kami tak segan Tuhan, KAU kasih peringatan tapi kami masih galak tertawa, keterlaluan !
Sungguh kami benar-benar muallaf !
Muallaf dalam segala hal, bahkan kami sudah menganut Islam sejak dari kakek-nenek kami, tapi ibadah kami, ach malu kami mengungkapkannya pada-Mu, Engkau-pun sudah tahu !

Tapi kami sedikit punya  kebanggaan, punya KPK, punya MK dan masih punya beberapa insan pilihan, tapi sedikit, masih banyak muallafnya. Itupun masih sering berselisih.

Ach, manusia-manusia ” innahu kana dzaluman jahulaa ” ....








































2.
OTOKRITIK

































2. Otokritik














2.
KETIKA (DIA) MEMAKAI
KACAMATA HITAM













































2. Ketika (DIA) Memakai Kacamata Hitam


Kita sering memakai ukuran-ukuran
manusia lalu menerapkannya
pada Tuhan.
Jika kita merasa
berhasil di
hadapan manusia
kita merasa demikian juga
di hadapan-Nya. Ukuran-ukuran
di dunia ini tak selalu
sama dengan ukuran yang di
pakai-Nya. Yang bagi kita besar
bagi-Nya kecil.
Bagi kita tinggi,
bagi-Nya rendah dan seterusnya
Ini perlunya selalu
membersihkan bilik hati
untuk lebih mudah menyamakan
”ukuran” dengan-Nya.

Guru,
tugasmu membersihkan itu

*****



Saya percaya, tak sedikit dari kita tentu pernah menonton salah satu episode kisah konyol Mr. Bean.
Mr. Bean dalam cerita itu sedang berada di pantai untuk berenang. Pantai itu sesungguhnya sepi dan tokoh konyol itu ”cengengesan” sendirian, tampaknya dia senang tak ada orang lain lagi.

Namun sayang, beberapa meter dari tempatnya berdiri, ada seseorang sedang asyik berjemur, menikmati siraman sinar matahari. Untuk melindungi matanya, orang itu memakai semacam ”sun-glasses”.

Rupanya Mr. Bean dibalik semua kekonyolannya itu masih menyimpan sedikit rasa malu. Dia tidak begitu saja melepas celana panjangnya (atau mungkin dia tidak memakai celana dalam, tak jelas dalam episode itu).
Tapi dengan kekonyolannya yang ”jenius” tanpa melepas dulu celana panjangnya, dia memasukkan celana renangnya lalu dengan setengah mati-celana panjangnya dia lepaskan di sela-sela celana renang.
Adegan ini mungkin perlu dimajinasikan lagi untuk menambah kenikmatan menonton Mr. Bean.
Meski cuma cerita rekaan, kombinasi antara mimik konyol Mr.Bean plus upaya kerasnya yang akhirnya berhasil adalah sesuatu yang menyegarkan jiwa kita. Mesti sederhana ini juga refleksi dari misteri penyelenggaraan Ilahi dalam kehidupan nyata.

Sering Tuhan menyelipkan keindahan dalam sesuatu yang tampak konyol dan menyebalkan juga acapkali Tuhan menyelipkan tawa di balik kesedihan.

Setelah berhasil, kembali Mr. Bean cengengesan gembira, merasa menang, lalu menghampiri orang yang sedang berjemur itu. Anehnya, orang itu diam saja, Mr. Bean penasaran dan iseng dia lambaikan tangan di depan orang itu, masih tak bergeming.
Mr. Bean makin bingung dan mencak-mencak sendiri, sebab akhirnya dia tahu orang tersebut ternyata buta karenanya ia memakai kacamata hitam-pekat, berjalan tertatih-tatih dengan tongkat penunjuknya. Mr. Bean kecewa berat, semua usaha dan niat pamernya jadi sia-sia belaka.
Saya sendiri, sebagai penonton terpesona oleh ulah Mr. Bean itu. Tapi, orang berkacamata hitam-pekat itu ternyata tak pernah terpesona oleh Mr.Bean.
Episode itu tak pernah saya lupakan hingga hari ini. Hati saya menangkap pesan dari langit melalui kisah itu dan jika kesempatan memungkinkan, saya selalu membaginya kepada siapa saja.
Jika kita merenungkan kehidupan kesaharian, kita juga akan tertawa konyol, mengingat bahwa kita juga sering konyol dan menjadi Mr. Bean.

Kita sering bertingkah-polah, berusaha punya niat kuat yang semuanya jarang atau bahkan mungkin belum pernah mempesonakan Tuhan-(Sang Penonton).
Kita sering berjuang habis-habisan, at all cost-mempertaruhkan segalanya demi sebuah keinginan atau mungkin nafsu yang mungkin berupa kesuksesan, keberhasilan, kemenangan-yang pada momentum akhirnya, menjadi sia-sia. Kenapa ?
Sang Maha Penonton (Tuhan) belum tentu terpesona dengan semua ”ulah” kita, ini jika kita mau jujur (pernahkah kita merenungkan hal tersebut ?).
Kita selayaknya segera belajar dan mengambil hikmah dari Mr. Bean agar bagaimana membuat Sang Maha Penonton (Tuhan) selalu terpesona kepada kita, walaupun manusia lain tidak terpesona atau dalam bahasa lain DIA tak sempat memakai kacamata hitam-Nya sewaktu melihat kita.

DIA berbicara pada hati nurani kita melalui suara hati-nurani kita, bisa melalui apa saja.
Tapi yang terpenting, membuat manusia lain terpesona dengan diri kita itu tak apa dan tak selalu sulit kita lakukan, akan tetapi membuat DIA terpesona kepada kita, apalagi setiap saat- itu sungguh persoalan luar biasa ! SUBHANALLAH,
         ILAHI ANTA RABBI
                     WA-ANA ABDUK.


















3.
TUHAN, MAAFKAN AKU
TERLALU  SIBUK

(renungan SUFISTIK seorang GURU)








































  1. Tuhan ! Maafkan Aku, Terlalu Sibuk
(RENUNGAN SUFISTIK SEORANG GURU)

…Setiap kali kita berhadapan dengan-Nya, sesungguhnya hanya ada satu pertanyaan dasar. “Siapakah yang kita dahulukan “kita atau “DIA” ? Ini berarti, kita melepaskan semuanya – mengosongkan semuanya-bagi DIA lebih dulu. Ini bisa terjadi, jika kita sudah bisa diam di hadapan-NYA dan tidak sibuk dengan diri kita sendiri.
------ oleh sebab itu, Tuhan ! Maafkan aku, terlalu sibuk !......
*****

Kalau mau Jujur
kita lebih patuh dan taat
pada manusia ketimbang kepada-NYA
kita lebih sigap
dan tergopoh-gopoh
menghadap ketika dipanggil Bos
dibanding ketika DIA yang memanggilnya
bahkan, kita Siap menjalankan
sebuah perintah Bos
meski salah
dan
kadang “gila”
sementara berbagai
perintah-NYA
yang mutlak benar
tak selalu kita laksanakan
Tuhan
maafkan aku
terlau sibuk dengan
urusanku
dan
sedikit
lupa dengan
urusan-MU

astaghfirullahal-adzim
masya Allah
lahaula
walaquwata
illabillahil-aliyil adzim


*****




Jika kita mampu membina relasi yang benar dengan diri kita sendiri, sesungguhnya
kita telah mampu
membina relasi
yang
benar dengan-NYA.
izinkan saya
mengingatkan lagi
hanya Tuhan yang bisa
masuk ke bilik hati (hati nurani) kita
untuk itu bilik hati
tersebut harus bersih dan suci
masalahnya, bilik hati kita itu sering
kotor dan ruwet
akibatnya, kita sendiri
tak mampu berhubungan secara
baik dengan diri kita sendiri. Bilik hati
itu menjadi bersih, ketika
kita sudah
bisa
berdamai dengan diri sendiri
mencintai diri sendiri
dengan wajar
dan setia
membahagiakan
diri sendiri dengan tulus
dan seterusnya

ketika semua itu
bisa dilakukan, berarti
kita sudah melakukannya pula
dengan DIA, saat itulah keindahan
dan keajaiban hidup seolah mengalir begitu saja dari dalam diri kita sendiri
Tuhan, maafkan aku
terlalu sibuk, belum sempat
membersihkan bilik hatiku sendiri
bantulah aku ntuk membersihkannya

*****


Cermin yang baik
adalah cermin yang mampu
dan berani memantulkan dua sisi
wajah kita, baik sisi wajah yang elok
maupun yang bopeng
biasanya, semakin tinggi
posisi dan besar kekuasaan
orang di sekitar kita lebih suka
memberikan cermin
yang hanya memantulkan
satu sisi wajah yang serba elok
tentang kita
sebagai manusia
terlepas segala predikat
kehidupan yang kita sandang
kita perlu cermin yang sempurna
siapapun kita
cermin
sempurna itu
tetap diperlukan
jika cermin
hanya memantulkan
wajah elok kita dan menyimpan
sisi bopengnya, itu bahaya
kita ibarat
menyimpan penyakit
tanpa diketahui dan akan
membuat kita
mati pelan-pelan
DIA
sesungguhnya
telah menyodorkan
cermin sempurna bagi kita
cermin itu tak pernah menipu
cermin itu ada di bilik hati
hati nurani kita
Tuhan
maafkan aku
terlalu sibuk untuk
bercermin sempurna
bahkan aku selalu tergesa-gesa
DASAR
dzaluman jahula
*****
Ibarat mobil
kehendak manusia adalah bensin
tanpa kehendak, kita akan jalan di tempat
atau bahkan berjalan
mundur tanpa
sadar
masalahnya, di zaman modern ini
sering terjadi, kehendak
manusia sangat besar
namun justru
kehidupan semakin tak
karuan dan tanpa arah, ternyata
ada tiga prinsip tentang kehendak
(1). Kita punya kehendak
namun dikuasai
dan dikendalikan oleh harapan kita sendiri
(2). Kita punya kehendak dan kehendak itu sudah biasa dikendalikan oleh
Harapan kita sendiri
(3).kita punya kehendak
dan kehendak itu
sudah takluk
serta dikendalikan
oleh harapan Tuhan
model (1) kita bisa berlari
kencang tapi sering menabrak gunung
model (2) kita sering berlari
lebih kencang namun
mencapai gunung
yang salah
model (3) kita lari
kadang lambat dan kadang
kencang, namun selalu sampai
di puncak gunung yang benar
Tuhan, maafkan aku
terlalu sibuk
kadang
aku
kencang berlari
tapi salah terus atau kadang
aku tak sanggup berlari
sehingga
tak pernah sampai
pada tujuan
yang
Engkau gariskan

walhamdulillahirabbil-alamin






































Tuhan !
Maafkan aku terlalu sibuk
adalah sebuah renungan sufistik seorang GURU yang ingin menjadikan pribadi
setiap guru
bukan saja sebagai GURU
pembelajaran
tapi
mengidolakan (semoga)
menjadi GURU kehidupan yang
 memakai cermin kehidupan dalam
memantulkan wajah
hanya kepada-NYA, Sang
Maha Cermin kehidupan yang selalu
memberikan isyarat
apabila kita  selalu menjaga
 kebersihan cermin di bilik nurani kita
masing-masing, semoga – amin –

demikian renungan sufistik
Effendy Asmawi Alhajj
Batam, subuh Jum’at
1 Syawal 1431 H / 10 September 2010


Memo :
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------








Memo :

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------







Memo :

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guest Book