TUHAN !
KAMI MASIH
EFFENDY ASMAWI ALHAJJ
bismillahirrahmanirrahim
Tuhan ! Kami Masih Muallaf
oleh : Effendy Asmawi Alhajj
Desain Sampul : EA’s Computer
Lay Out : Mutiara Offset
Hak cipta dilindungi
undang-undang
All right reserved
@ 2010 EA
http ://www.hmeasmawi.com
e-mail :
effendyasmawi@ymail.com
Cetakan I, September 2010 / Sya’ban 1431
Diterbitkan oleh :
Yayasan Paramakkiya Kota Batam
PO. Box 1002/BTAMN-Batam 29444
Telp. 0778 – 9172411 HP. 081270030911
Fax . 0778 – 451547
Buat
saudaraku
se-iman
Ihdinas-shithal
mustaqim
Renungan
berpikir positif memberi banyak manfaat
bukan saja pada hubungan muamalah
tapi juga pada hubungan
UBUDIYAH
maka
berpikir positiflah
bersabarlah
dan
setelah itu
rasakan apa yang terjadi ?
*****
orang yang bijak
akan
membuat banyak
kesempatan bukan menunggu
k.e.s.e.m.p.a.t.a.n.
AWAL KALAM
Alhamdulillah, tulisan ini dapat juga diselesaikan
walaupun menyisihkan sedikit waktu di sela-sela kegiatan memberikan motivation
teachers baik di Batam, Tanjungpinang dan Lingga.
Tulisan ini terinspirasi dari peserta pelatihan tersebut, berbagai
polah dan tingkah mereka, bukan saja dalam interaksi pembelajaran semata, tapi
juga tentang kehidupan syumul yang
inheren.
Tulisan ini amat sederhana, tapi mudah-mudahan
dapat memberikan motivasi kepada kita dalam simpai perbaikan kehidupan dalam
menggapai nilai-nilai insaniyah pada masa yang akan datang..
Semoga bermanfaat, amin.
Batam, September 2010
Syawal 1431
Penulis,
Effendy
Asmawi Alhajj
TAFAKKUR
IFTITAH
Alangkah indhnya
bila wajahmu tetap manis, walau problematika kehidupan terasa
penuh getiran
kepahitan
alangkah mulianya
bila hatimu
penuh
keikhlasan
walau di
sekitarmu
gemerlapan
kebencian dan
lemarahan (syair Arab)
DAFTAR ISI
halaman
Al-Ihda 5
Renungan 7
Awal Kalam 11
Renungan Sufistik Seorang Guru 13
Munajat Guru 19
- Iftitah 25
- Ketika (DIA) memakai kacamata
hitam 29
- Tuhan, maafkan Aku 36
(renungan sufistik)
Memo 47
1. TUHAN,
KAMI masih muallaf
1. Tuhan ! Kami Masih Muallaf
Dunia sudah tua
berbagai dinamika sudah
penuh tipu daya, harta sampai jiwa
namun
semua itu merupakan
sebuah gejala
orang sudah mencintai dunia
dan melupakan akhiratnya
orang sudah bangga berbuat dosa
dan enggan untuk istighfar kepada-NYA
orang sudah mabuk ngumpulin
harta
dunia, dan lupa membayar
zakatnya
orang sibuk membangun istana
dan lupa istana kuburnya
masya Allah, lahaula
wala quwata
illabillah
inilah dunia
sudah
tua
itupun kami masih tertawa
walau bergelimang dosa
sadar sich sejenak, kemudian lupa
ILAHI ANTA RABBI
WA – ANA
ABDUK
Kita malu dewasa ini, jadi
rakyat bebas sebebas-bebasnya, hingga arogansi dan demo itu menu harian,
mencaci dan hasad itu bahan penghasilan, penguasa bertindak seenaknya, kurang
peduli apapun rakyatnya.
Penegak hukum, sering
melanggar hukum, hingga hukum diracik jadi menu makanan, fulus adalah
penentu hukuman.
Bahkan penjara disulap
menjadi hotel berbintang.
Tuhan !
Hati kecil ini menjerit,
kepada siapakah hamba mengadu ? Jika para pembawa panji cinta mengibarkan
bendera permusuhan, menabuh gendrang nafsu angkara, menggoncang jiwa tanpa dosa
?
Masih pantaskah kita
menerima cinta-NYA, sedang bayangan hidup kita penuh dengan kebencian dan nyala
permusuhan.
Mulut kita berbusa
mendendangkan cinta, menyebarkan rahmat sekalian alam, tapi nyatanya kita terpuruk di balik panji kesombongan, membusungkan dada dan
saling menebar caki-maki kebencian dengan dalih demokratisasi.
Tuhan !
Tangan apa yang harus kami
pakai, untuk menutupi rasa malu dan luka hati.
Kebanggaan apa lagi lagi
yang masih tersisa untuk menampakkan sosok wajah yang mengaku orang beriman ?
Bahasa apakah yang pantas kami ucapkan untuk melukiskan
akhlak bangsa yang ramah-tamah, lemah-lembut dan sopan santun ? Sedang di depan
kami, orang saling berebut kursi dengan saling menghujat, menjilat dalam
tawuran yang rusuh, mengaum dan tak segan membunuh !
Kami ternyata masih muallaf,
dalam menghadapi situasi seperti ini, dalam belajar agama kami masih tertatih,
memang kami lancar membaca al-Qur’an bahkan kami juara internasional, tapi
pemahaman dan pelaksanaannya, kami masih terbata.
Bahkan kami punya majelis
taklim, berpakaian serba putih, wirid dengan kalimah-kalimah thayyibah, tapi
kami belum bisa berbuat banyak, terhadap masyarakat kami yang merampok yang
melacur yang menggadaikan keimanannya, katanya sich dengan dalih kehidupan.
Para pemimpin kami juga luar
biasa, ada tamatan sarjana Agama bahkan rata-rata sudah S2, tapi gaya
kepemimpinannya ”subhanallah” mereka dengan dalih kemasyarakatan, berani
melanggar perintah-Mu, bahkan kadang-kadang tatkala azdan, mereka masih sibuk
memimpin rapat, seolah tak mendengar perintah-Mu, Tuhan !
Ach, kami masih muallaf !
Bahkan penegak hukum kami, sangat konsekuin dengan ketidakkonsekuinannya,
orang bersalah, pagi ditangkap, siang diproses, e- malamnya dilepaskan dengan
fulus imbalan.
Ach, kami masih muallaf !
Wakil-wakil kami yang
terhormat, lebih lucu lagi, mereka mewakili rakyat tapi kok sombong dengan
rakyatnya, mereka memang mengaku atas nama rakyat, berdalih demi kepentingan
rakyat, kepentingan agama, kepentingan politik, kepentingan ekonomi dan
berbagai kepentingan-kepentingan lainnya tapi sebenarnya demi kepentingan
”bang-saku-nya” masing-masing.
Benar-benar kami masih
muallaf !
Para pengusaha kami juga
yach, mirip-mirip semua demi kepentingan usahanya, kalau sudah kepepet ”semua
jadi halal”
Lain lagi cerita Guru,
gudangnya SDM bangsa ini, sekarang sudah kurang keikhlasannya, sibuk
mengkalkulasi, mungkin juga sebagai perbaikan diri, sudah menggadaikan kualitas
tuntutan.
Demikian juga rekan kami
para wartawan yang mereka ini sebagai controlship sosial dalam semua lini
kehidupan, ach, ujung-ujungnya juga imbalan.
Dan ini sudah rahasia umum.
Bahkan siapapun diantara kami termasuk ustadz yang sudah mirip dengan dukun dan
sebaliknya.
Bahkan kami tak segan Tuhan,
KAU kasih peringatan tapi kami masih galak tertawa, keterlaluan !
Sungguh kami benar-benar
muallaf !
Muallaf dalam segala hal,
bahkan kami sudah menganut Islam sejak dari kakek-nenek kami, tapi ibadah kami,
ach malu kami mengungkapkannya pada-Mu, Engkau-pun sudah tahu !
Tapi kami sedikit punya kebanggaan, punya KPK, punya MK dan masih
punya beberapa insan pilihan, tapi sedikit, masih banyak muallafnya. Itupun
masih sering berselisih.
Ach, manusia-manusia ”
innahu kana dzaluman jahulaa ” ....
2.
OTOKRITIK
2. Otokritik
2.
KETIKA (DIA) MEMAKAI
KACAMATA HITAM
2. Ketika (DIA) Memakai Kacamata Hitam
Kita sering
memakai ukuran-ukuran
manusia
lalu menerapkannya
pada
Tuhan.
Jika
kita merasa
berhasil
di
hadapan
manusia
kita
merasa demikian juga
di
hadapan-Nya. Ukuran-ukuran
di dunia ini tak selalu
sama dengan ukuran yang di
pakai-Nya. Yang bagi kita besar
bagi-Nya kecil.
Bagi
kita tinggi,
bagi-Nya
rendah dan seterusnya
Ini
perlunya selalu
membersihkan
bilik hati
untuk
lebih mudah menyamakan
”ukuran”
dengan-Nya.
Guru,
tugasmu
membersihkan itu
*****
Saya
percaya, tak sedikit dari kita tentu pernah menonton salah satu episode kisah
konyol Mr. Bean.
Mr.
Bean dalam cerita itu sedang berada di pantai untuk berenang. Pantai itu
sesungguhnya sepi dan tokoh konyol itu ”cengengesan” sendirian, tampaknya dia
senang tak ada orang lain lagi.
Namun
sayang, beberapa meter dari tempatnya berdiri, ada seseorang sedang asyik
berjemur, menikmati siraman sinar matahari. Untuk melindungi matanya, orang itu
memakai semacam ”sun-glasses”.
Rupanya
Mr. Bean dibalik semua kekonyolannya itu masih menyimpan sedikit rasa malu. Dia
tidak begitu saja melepas celana panjangnya (atau mungkin dia tidak memakai
celana dalam, tak jelas dalam episode itu).
Tapi
dengan kekonyolannya yang ”jenius” tanpa melepas dulu celana panjangnya, dia
memasukkan celana renangnya lalu dengan setengah mati-celana panjangnya dia
lepaskan di sela-sela celana renang.
Adegan
ini mungkin perlu dimajinasikan lagi untuk menambah kenikmatan menonton Mr.
Bean.
Meski
cuma cerita rekaan, kombinasi antara mimik konyol Mr.Bean plus upaya kerasnya
yang akhirnya berhasil adalah sesuatu yang menyegarkan jiwa kita. Mesti sederhana ini juga refleksi dari misteri penyelenggaraan Ilahi dalam
kehidupan nyata.
Sering
Tuhan menyelipkan keindahan dalam sesuatu yang tampak konyol dan menyebalkan
juga acapkali Tuhan menyelipkan tawa di balik kesedihan.
Setelah
berhasil, kembali Mr. Bean cengengesan gembira, merasa menang, lalu menghampiri
orang yang sedang berjemur itu. Anehnya, orang itu diam saja, Mr. Bean
penasaran dan iseng dia lambaikan tangan di depan orang itu, masih tak
bergeming.
Mr.
Bean makin bingung dan mencak-mencak sendiri, sebab akhirnya dia tahu orang tersebut
ternyata buta karenanya ia memakai kacamata hitam-pekat, berjalan
tertatih-tatih dengan tongkat penunjuknya. Mr. Bean kecewa berat, semua usaha
dan niat pamernya jadi sia-sia belaka.
Saya
sendiri, sebagai penonton terpesona oleh ulah Mr. Bean itu. Tapi, orang
berkacamata hitam-pekat itu ternyata tak pernah terpesona oleh Mr.Bean.
Episode
itu tak pernah saya lupakan hingga hari ini. Hati saya menangkap pesan dari
langit melalui kisah itu dan jika kesempatan memungkinkan, saya selalu
membaginya kepada siapa saja.
Jika
kita merenungkan kehidupan kesaharian, kita juga akan tertawa konyol, mengingat
bahwa kita juga sering konyol dan menjadi Mr. Bean.
Kita
sering bertingkah-polah, berusaha punya niat kuat yang semuanya jarang atau
bahkan mungkin belum pernah mempesonakan Tuhan-(Sang Penonton).
Kita
sering berjuang habis-habisan, at all cost-mempertaruhkan segalanya demi sebuah
keinginan atau mungkin nafsu yang mungkin berupa kesuksesan, keberhasilan,
kemenangan-yang pada momentum akhirnya, menjadi sia-sia. Kenapa ?
Sang
Maha Penonton (Tuhan) belum tentu terpesona dengan semua ”ulah” kita, ini jika
kita mau jujur (pernahkah kita merenungkan hal tersebut ?).
Kita
selayaknya segera belajar dan mengambil hikmah dari Mr. Bean agar bagaimana
membuat Sang Maha Penonton (Tuhan) selalu terpesona kepada kita, walaupun
manusia lain tidak terpesona atau dalam bahasa lain DIA tak sempat memakai
kacamata hitam-Nya sewaktu melihat kita.
DIA
berbicara pada hati nurani kita melalui suara hati-nurani kita, bisa melalui
apa saja.
Tapi
yang terpenting, membuat manusia lain terpesona dengan diri kita itu tak apa
dan tak selalu sulit kita lakukan, akan tetapi membuat DIA terpesona kepada
kita, apalagi setiap saat- itu sungguh persoalan luar biasa ! SUBHANALLAH,
ILAHI ANTA RABBI
WA-ANA ABDUK.
3.
TUHAN, MAAFKAN AKU
TERLALU SIBUK
(renungan SUFISTIK
seorang GURU)
- Tuhan ! Maafkan Aku, Terlalu Sibuk
(RENUNGAN SUFISTIK SEORANG GURU)
…Setiap kali kita
berhadapan dengan-Nya, sesungguhnya hanya ada satu pertanyaan dasar. “Siapakah
yang kita dahulukan “kita atau “DIA” ? Ini berarti, kita melepaskan semuanya –
mengosongkan semuanya-bagi DIA lebih dulu. Ini bisa terjadi, jika kita sudah
bisa diam di hadapan-NYA dan tidak sibuk dengan diri kita sendiri.
------ oleh sebab itu,
Tuhan ! Maafkan aku, terlalu sibuk !......
*****
Kalau mau Jujur
kita lebih patuh dan
taat
pada manusia ketimbang
kepada-NYA
kita lebih sigap
dan tergopoh-gopoh
menghadap ketika
dipanggil Bos
dibanding ketika DIA
yang memanggilnya
bahkan, kita Siap
menjalankan
sebuah perintah Bos
meski salah
dan
kadang “gila”
sementara berbagai
perintah-NYA
yang mutlak benar
tak selalu kita
laksanakan
Tuhan
maafkan aku
terlau sibuk dengan
urusanku
dan
sedikit
lupa dengan
urusan-MU
astaghfirullahal-adzim
masya Allah
lahaula
walaquwata
illabillahil-aliyil
adzim
*****
Jika
kita mampu membina relasi yang benar dengan diri kita sendiri, sesungguhnya
kita
telah mampu
membina
relasi
yang
benar
dengan-NYA.
izinkan
saya
mengingatkan
lagi
hanya
Tuhan yang bisa
masuk
ke bilik hati (hati nurani) kita
untuk itu bilik hati
tersebut harus bersih dan suci
masalahnya, bilik hati kita itu sering
kotor dan ruwet
akibatnya,
kita sendiri
tak
mampu berhubungan secara
baik
dengan diri kita sendiri. Bilik hati
itu
menjadi bersih, ketika
kita
sudah
bisa
berdamai
dengan diri sendiri
mencintai
diri sendiri
dengan
wajar
dan
setia
membahagiakan
diri
sendiri dengan tulus
dan
seterusnya
ketika
semua itu
bisa
dilakukan, berarti
kita
sudah melakukannya pula
dengan
DIA, saat itulah keindahan
dan keajaiban hidup seolah mengalir begitu saja dari
dalam diri kita sendiri
Tuhan, maafkan aku
terlalu sibuk, belum sempat
membersihkan bilik hatiku sendiri
bantulah aku ntuk membersihkannya
*****
Cermin
yang baik
adalah
cermin yang mampu
dan
berani memantulkan dua sisi
wajah
kita, baik sisi wajah yang elok
maupun
yang bopeng
biasanya, semakin tinggi
posisi dan besar kekuasaan
orang di sekitar kita lebih suka
memberikan
cermin
yang
hanya memantulkan
satu
sisi wajah yang serba elok
tentang
kita
sebagai manusia
terlepas segala predikat
kehidupan yang kita sandang
kita
perlu cermin yang sempurna
siapapun
kita
cermin
sempurna
itu
tetap
diperlukan
jika cermin
hanya memantulkan
wajah elok kita dan menyimpan
sisi bopengnya, itu bahaya
kita ibarat
menyimpan
penyakit
tanpa
diketahui dan akan
membuat
kita
mati
pelan-pelan
DIA
sesungguhnya
telah
menyodorkan
cermin
sempurna bagi kita
cermin itu tak pernah menipu
cermin itu ada di bilik hati
hati nurani kita
Tuhan
maafkan
aku
terlalu
sibuk untuk
bercermin
sempurna
bahkan
aku selalu tergesa-gesa
DASAR
dzaluman
jahula
*****
Ibarat
mobil
kehendak
manusia adalah bensin
tanpa
kehendak, kita akan jalan di tempat
atau
bahkan berjalan
mundur
tanpa
sadar
masalahnya, di zaman modern ini
sering terjadi, kehendak
manusia sangat besar
namun
justru
kehidupan
semakin tak
karuan
dan tanpa arah, ternyata
ada
tiga prinsip tentang kehendak
(1).
Kita punya kehendak
namun
dikuasai
dan
dikendalikan oleh harapan kita sendiri
(2).
Kita punya kehendak dan kehendak itu sudah biasa dikendalikan oleh
Harapan
kita sendiri
(3).kita punya kehendak
dan kehendak itu
sudah takluk
serta
dikendalikan
oleh
harapan Tuhan
model
(1) kita bisa berlari
kencang
tapi sering menabrak gunung
model
(2) kita sering berlari
lebih
kencang namun
mencapai
gunung
yang
salah
model
(3) kita lari
kadang
lambat dan kadang
kencang,
namun selalu sampai
di
puncak gunung yang benar
Tuhan, maafkan aku
terlalu sibuk
kadang
aku
kencang berlari
tapi
salah terus atau kadang
aku
tak sanggup berlari
sehingga
tak
pernah sampai
pada
tujuan
yang
Engkau
gariskan
walhamdulillahirabbil-alamin
Tuhan !
Maafkan aku terlalu
sibuk
adalah sebuah renungan
sufistik seorang GURU yang ingin menjadikan pribadi
setiap guru
bukan saja
sebagai GURU
pembelajaran
tapi
mengidolakan
(semoga)
menjadi GURU
kehidupan yang
memakai cermin kehidupan dalam
memantulkan wajah
hanya kepada-NYA, Sang
Maha Cermin kehidupan yang selalu
memberikan
isyarat
apabila
kita selalu menjaga
kebersihan cermin di bilik nurani kita
masing-masing,
semoga – amin –
demikian renungan sufistik
Effendy Asmawi Alhajj
Batam, subuh Jum’at
1 Syawal 1431 H / 10 September 2010
Memo :
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Memo :
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Memo :
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar