Effendy Asmawi Alhajj

Jumat, 23 Maret 2012

ISLAMIKA






ISLAMIKA


Effendy Asmawi Alhajj




Islamika
Oleh : Effendy Asmawi Alhajj


Desain sampul  : EA’s Computer
Lay out                        : Mutiara Offset Batam



Hal cipta dilindungi undang-undang
All right reserved

@ 2009

http://www.effendyalhajj.blogspot.com
e-mail : encikeffendy@yahoo.com


Cetakan I, November 1996/Rajab 1417
Cetakan II, Juni 2009/J.Akhir 1430



Diterbitkan oleh :
Yayasan Paramakkiya Batam
PO.Box  1002/BTAMN-Batam Island 29444
Telp/Fax : 0778-  451547
Mobile phone : 081270030911






al-ihda

 

kepada
ikhwan seiman
(pen-cinta ke-benar-an)





Renungan


sesungguhnya hidup
adalah aqidah
dan
perjuangan


islam
adalah jalan
landasan kehidupan
orang beriman





untuk merubah keadaan lahir
kita harus merubah
keadaan bathin
dengan
menjadikan islam
pegangan





Islam
bukanlah agama
slogan, tapi pelaksanaan
dan keikhlasan
perbuatan
adalah
pokok
ajaran






mencintai Islam
berarti melaksanakan
seluruh ajaran
dan ikhlas
beramal
adalah
kunci
ke
suksesan





pelajarilah Islam
masuklah
anda
ke
dalamnya
insya Allah
b.a.h.a.g.i.a




I s l a m
agama sempurna
imtak (iman & takwa)
dan iptek
(ilmu pengetahuan & teknologi)
adalah tahapan
mencapai
sasaran
yang
di
tuju





pelajarilah Islam
maka   akan
terbentuk
nilai
kepribadian




sesungguhnya agama
di sisi Allah
hanyalah
Islam

(QS. 3 : 19)





memperoleh ilmu pengetahuan
yang tinggi saja
tidak memberi
jaminan
bagi
terbentuknya
kepribadian tapi
penggemblengan jiwalah
landasan utama
untuk
pembentukan
kepribadian itu
dengan jalan
mengamalkan
Islam



Dari Penulis
 
Segala puji bagi Allah, Ilah Yang Maha Agung, Al-Hadi yang hakiki pembuka tabir kehidupan.

Tulisan ini dapat diselesaikan, sangat istimewa walaupun lama karena tulisan ini tidak di suatu tempat yakni merupakan kumpulan tulisan dalam perjalanan, mengisi waktu menuju tiba di tempat tujuan.

Mulai naik kereta api Singapura – Kuala Lumpur, naik pesawat dari Batam – Jakarta – Balikpapan – Padang dan Pekanbaru serta beberapa acara lainnya, baik bentuk ceramah maupun diskusi hingga dapat diselesaikan dan disusun sempena menyambut harlah penulis.
Tulisan ini sangat ringkas serta belum mampu mencakup secara keseluruhan judul yang penulis utarakan.

Namun demikian, cara mendasar pandangan  penulis ini, moga bisa membuka suatu tabir konsepsi Islamy dalam kehidupan sebagai seorang Muslim yang ingin selalu berusaha untuk mendapatkan suatu “hudan” /petunjuk yang sesuai dan diridhai-Nya.
Semoga bermanfaat, amin.
Batam,
24 November 2008
Penulis,

Effendy Asmawi Alhajj







DAFTAR  ISI
                                                               Halaman
Al-Ihda                                                                        4
Renungan                                                        5
Dari Penulis                                                      14

-         Bagian Pertama                                  16
( Hal Ihwal Islam )


-         Bagian Kedua
( Fungsi Manusia )                                22


-         Bagian Ketiga
( Islamika )                                           28


-         Bagian Keempat
(Menuju Insan Kamil)                           68


Senarai Rujukan                                               78






Bagian Pertama

( HAL IHWAL ISLAM )



1.
Hal Ihwal Islam

....”Sesungguhnya agama yang diakui di sisi Allah, hanyalah Islam” ... (QS. 3 : 19).

Islam adalah agama tauhid dengan konsepsi ideologinya memberikan gambaran keserasian hidup duniawi dan ukhrawi.
Dan tidak membatasi dirinya hanya semata-mata mensucikan kehidupan rohani dan kehidupan moral manusia dalam arti yang sempit, tapi ruang lingkup hidup dan kehidupan manusia.

Islam mengkader umatnya bukan hanya kehidupan individual (pribadi) tapi juga secara kolektif (masyarakat) menuju pola hidup yang sehat dan diridhai Ilahi.

Islam, ruang lingkup agama di dasarkan atas “way of life” (jalan hidup), “view of life” (pandangan hidup) dan “law of life” (peraturan hidup) yang menjadikan Islam sebagai jalan, pandangan dan peraturan dalam kehidupan.

Islam, suatu peraturan yang berdasarkan wahyu merupakan jembatan untuk berserah diri kepada Ilahi agar mencapai keselamatan dan perdamaian hidup fana dan akhirat baqa.

berbahagialah
mereka yang memeluk Islam
dan menjalankan syariatnya secara
kaffah, mereka berhak
dakhalal jannah
(syurga)

Islam menurut pengertian denotasi, makna bahasa Arab dapat diartikan sebagai berikut ;

  1. SALAM

Salam berarti keselamatan ; peraturan, undang-undang; yang berasal / datang dari Allah untuk membimbing/ memberikan tuntunan keselamatan hidup manusia, duniawi dan ukhrawi.

  1. TASLIM

Taslim berarti penyerahan.
Penyerahan diri kepada Khaliq, baik suka maupun duka, untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Dan penyerahan (secara kaffah) ini merupakan maqam tertinggi dalam ubudiyah terhadap Allah swt.

  1. SILMI

Silmi berarti perdamaian.
Perdamaian kepada Allah (tidak durhaka / ingkar/ kafir) dan dengan sesama manusia (tidak bermusuh-musuhan).
Oleh sebab itu “silmi” memancarkan sinar damai dalam setiap insan baik hubungan horizontal (sesama) maupun vertikal (ubidiyah) kepada Khaliq, pencipta alam semesta.


  1. SULLAMI

Sullami berarti titian, jembatan.
Peraturan-peraturan yang merupakan jembatan untuk menghubungkan kita ke jalan kebahagiaan duniawi – ukhrawi.

Jembatan ini sangat diperlukan sebagai penghubung “mazra-atul akhirah”, jasmani –rohani, sebagai sarana menuju kepada-Nya.


  1. ASLAMA

Aslama berarti memelihara dalam keadaan selamat sejahtra dan berarti juga menyerahkan diri tunduk, patuh dan taat.

Kata “aslama” inilah yang menjadi pokok segala arti yang terkandung dalam Islam.
Orang yang melakukan “aslama” atau masuk Islam, orangnya dinamakan muslim yakni orang yang menyatakan dirinya taat menyerahkan diri dan patuh kepada Allah swt.

Dengan melakukan “aslama” orang terjamin kesempatan hidupnya di dunia dan di akhirat oleh Allah swt.

Allah berfirman ;
...”ya, barangsiapa “aslama” (tunduk / menundukkan) mukanya kepada Allah, sedang ia berbuat baik,  maka Allah akan memberi pahala di sisi-Nya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan merekapun tidak (pula) bersedih hati”.
(QS. 2 : 112).

...”dan sesungguhnya di antara kami ada yang Islam dan ada yang aniaya. Barangsiapa “aslama” (taat) mereka itulah yang mendapat petunjuk”...
(QS. 72 : 14 ).


Dari keseluruhan pengertian ‘aslama’ tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa agama Islam adalah merupakan peraaturan-peraturan yang harus ditaati, mempersatukan seluruh umat manusia menjadi sejahtra, damai dan selamat hidupnya, duniawi – ukhrawi.
Dengan demikian mka manusia akan mendapat kedudukan yang mulia / terpuji di sisi rabbul Izzati, Allah swt.

ya Allah, tunjukilah kami
segala sesuatu
seperti
yang
sebenar-benarnya
segala sesuatu
itu dalam
dekapan
salam
*

Dengan menyebut nama Allah
Yang Maha Pemurah
Lagi Maha
Penyayang. Segala
puji bagi Allah, Tuhan Semesta
Alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,
Yang menguasai hari pembalasan,
Hanya Engkau-lah
yang kami
sembah
dan
hanya kepada
Engkau-lah kami mohon






pertolongan, tunjukilah kami
jalan yang lurus (yaitu) jalan orang-orang
yang telah Engkau
anugrahkan nikmat kepada
mereka, bukan (jalan) mereka
yang dimurkai dan bukan
(pula jalan) mereka
yang sesat.
(QS. 1 : 1-7)






Bagian Kedua

(FUNGSI MANUSIA MENURUT
KONSEPSI ISLAMY).



2. Fungsi Manusia Menurut Konsepsi Islamy


...”pelajarilah Islam  maka   akan terbentuk
 nilai kepribadian”...

...”kalau sekiranya Kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah disebabkan takut kepada Allah.
Dan perumpamaan ini kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir” ... (QS. 59 : 21).

...”Allah memberikan hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal”... (QS.2 :269).


Manusia mempunyai peranan dan fungsi yang luar biasa, Allah berikan kepada kita beberapa “isyarat” dalam mengemban dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan yang berfungsi sebagai “khalifah” di muka bumi ini.

Isyarat itu adalah ; isyarat imaniyah (petunjuk tentang keimanan) yang sudah Allah berikan kepada kita tatkala Allah berfirman; ... alastu birabbikum ? (apakah Aku Tuhan-mu ?) dan kitapun serentak menjawab ; ... qalu, bala syahidna
( ya kami bersaksi Engkau Tuhan kami).




Diantara sekian banyak makhluk-makhluk yang diciptakan Tuhan yang paling sempurna dalam bentuk atau wujud kejadian yang sebaik-baiknya ialah “manusia”.
Ini Allah tegaskan dalam al-Qur’an ; ...”sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (paling sempurna)”... (QS. 95 : 4).


dan Kami melebihkan
mereka (manusia) dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang Kami
ciptakan

(QS. 17 : 70)

Maka dengan kelebihan/kemuliaan yang Allah berikan kepada manusia menurut konsepsi islamy ini sekaligus mengisyaratkan isyarat “ilmiah” /keilmuan dan isyarat “hukmiyah” /petunjuk tentang hukum, maka maunsia berfungsi sebagai berikut ;

  1. Sebagai Abid (hamba) Allah untuk berbakti kepada-Nya.


...”dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia
melainkan
untuk
berbakti kepada-Ku”...
(QS. 51 : 56).



Ayat ini menegaskan bahwa fungsi / kewajiban dan sekaligus tujuan hidup manusia adalah untuk berbakti / beribadah kepada-Nya.

Tuhan menciptakan manusia agar mereka menyembah-Nya menjadi tanggung jawab utama manusia.


  1. Sebagai Khalifah fil Ardh / Pemimpin

...”dan Dia-lah yang menjadikan
kamu para khalifah /
pemimpin
di bumi
dan Dia pula
meninggikan sebahagian kamu
dengan beberapa derajat”... (QS. 6 : 165).


Rasul saw bersabda ;
...”kamu adalah pemimpin dan (nanti)
 kamu akan mempertanggungjawabkan kepemimpinanmu itu”... (HR. Abdullah Ibnu Umar).


Oleh karena itu seharusnya kita sebagai pemimpin berpegang teguh kepada amanat yang diberikan kepada kita karena seluruh dimensi kegiatan mesti dipertanggungjawabkan nanti di hadapan Habiburrahman.




...”sesungguhnya Kami telah jadikan manusia dalam bentuk yang paling sempurna,
kemudian Kami turunkan
derajatnya kepada
yang paling
rendah/
hina
(QS. 95 : 4 – 5)


Sesungguhnya hidup ini adalah aqidah dan perjuangan, iman dan ilmu adalah landasan kehidupan.
Iman sebagai motivasi dan pengemudi sedangkan ilmu sebagai motor yang bergerak melalui tahap-tahap mencapai sasaran yang dituju.
Oleh sebab itu, Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat lebih tinggi dari yang lainnya.

Kalau sudah demikian, maka menjadilah kita insan pilihan.

...”sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami
angkat mereka
di daratan
dan
di lautan
dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan
yang telah Kami ciptakan “... (QS. 17 :70).

Dan apabila hal ini bergeser, maka akan terjadi nilai kausalatif kehidupan.


Allah memberikan peringatan ;
...”apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring atau berdiri tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah ia tidak pernah berdoa kepada Kami (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya”... (QS. 10 : 12).

...”sesungguhnya, kebanyakan jin dan manusia
Kami jadikan untuk memenuhi neraka
Jahannam. Mereka mempunyai
hati, tapi tidak
dipergunakannya untuk
memahami
(ayat-ayat)
Allah
dan mereka mempunyai
mata, (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah)
dan mereka mempunyai telinga (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat)
Allah, mereka itu
seperti
binatang ternak
bahkan lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai”...
(QS. 7 : 179).







Bagian Ketiga

(ISLAMIKA)




  1. I S L A M I K A


...”ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat serta peliharalah kami
dari siksa neraka”...
(QS. 2 : 20)

Islamika berarti (ke-islaman-mu),  memberikan pengertian tentang fungsi dan tujuan kehidupan ini.  Untuk mencapai sasaran tersebut diperlukan hidayah dan ridha Tuhan untuk mencapai “maqam liqa-ullah” yang bermakna bertemu Allah azza wajalla.

Untuk itu Rasul saw memberikan renungan kepada kita dengan sabdanya ;

...”ketahuilah !, bahwa di dunia ini kamu harus berpikir sebagai seorang asing atau seorang musafir yang sedang berjalan”...
(HR. Abdullah Ibnu Umar).

Hadits tersebut mengingatkan kita sebagai seorang Muslim bahwa di dunia ini kita hanya sementara yakni sebagai ‘seorang musafir’ maka kita akan melalui tahap-tahap tertentu yang merupakan dasar  dari landasan kita sebagai seorang Muslim.

Landasan itu ialah “ARKANUL ISLAM”  atau yang lebih kita kenal dengan rukun Islam.







Arkanul Islam berasal dari kata “arkan dan Islam”, arkan berakar dari rukun yang berarti bagian yang inherent (tidak terpisahkan), berbeda dengan syarat yang berarti kondisi yang harus ada pada rukun sehingga suatu peribadatan menjadi sah.

Rukun atau arkanul Islam berarti bagian-bagian dari suatu kebulatan Islam.
Arkanul Islam itu adalah ;
-         syahadatain
-         shalat
-         zakat
-         puasa Ramadhan
-         haji


Rasul saw bersabda ;
...”didirikan Islam itu atas lima dasar yaitu ; persaksian tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, - mendirikan shalat, - mengeluarkan zakat, - berpuasa Ramadhan dan menunaikan ibadah haji”...
(HR. Bukhari – Muslim).





1.

syahadatain





  1. Syahadatain

Syahadatain berasal dari kata syahadah yang berarti “persaksian” atau “pengakuan” jadi syahadatain ialah dua persaksian / pengakuan entitas Ilah hanya Allah swt dan Muhammad adalah Rasul Allah.

Prinsip teoritas yang menjadi dasar Islam sepanjang perputaran sejarah adalah prinsip syhadah “ laa-ilaha – illallah “ pengakuan hanya Allah saja yang menjadi Tuhan, Rabb, Ilah, al-Khaliq, pendukung kehidupan, penguasa dan pemerintah.

Menghambakan diri kepada Allah adalah merupakan bagian dari rukun Islam yang pertama, yaitu “syahadat tauhid” ; asyhadu- alla-ilaha illallah dan “syahadat rasul” ;  wa – asyhadu – anna- Muhammadar-Rasulullah.

...’aku bersaksi, tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi, sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah”...

hati yang beriman dan Islam adalah
yang melambangkan prinsip
ini dan memegang
teguh terhadap
ikrar dan
istiqamah terhadap
keikrarannya tersebut.






Maka apabila syahadat kita sudah istiqamah maka apapun nuansa dan dimensi terpaan hidup, insya Allah akan menunjukkan kepada nilai hasanah dan terhindar dari syirik, sebab kita sudah memegang teguh nilai syahadat tersebut.

Dengan memelihara syahadat berarti kita menuju kepada suatu maqam ‘qanaah’ dalam kehidupan ini.

Allah yang Maha Pencipta dengan bukti-bukti ciptaan-Nya, Maha Kuasa, Rabbul Alamin – Pemelihara Alam Semesta dan kita meyakini betul, Allah Maha Esa dengan “wahdaniyah”-Nya tidak melahirkan dan tidak dilahirkan serta tidak ada sekutu bagi-Nya.

Katakanlah !
Dia-lah Allah Yang Maha Esa
Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu
tidak beranak dan
diperanakkan
dan tidak
ada
sesuatu apapun
yang setara dengan-Nya.
(QS. 112 : 1 – 4).

Inilah inti syahadat pertama (tauhid) memberikan tekanan tentang ketergantungan hamba (makhluk) kepada Khaliq serta peranan-Nya dalam mengatur seluruh dimensi tatanan alam ini.

Sedangkan syahadat kedua (Rasul), yakni Muhammad adalah Rasul Allah.

Allah berfirman ;
...”Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya keras terhadap orang-orang kafir dan lembut sesama mereka”...
(QS. 48 : 29).

Nabi Muhammad saw pembawa risalah yaitu  agama sebagai pesan Allah yang abadi. Agama adalah merupakan sistem nilai dan norma yaitu ketentuan dasar dan peraturan pelaksanaan yang disebut aqidah – syariah.

Allah berfirman ;
...” Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.
Amat berarti bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya, Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) orang yang kembali (kepada-Nya)”...
(QS. 42 : 13).




2.

SHALAT



2. Shalat

...”sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang yang takut kepada azab Tuhannya, mereka tidak melihatnya ddan mereka mendirikan shalat.
Dan barangsiapa yang mensucikan diri mereka, sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allah-lah kembali (mu)”...
(QS. 35 : 18).

Shalat suatu ibadah, komunikasi seorang hamba dengan Tuhannya sekaligus merupakan suatu kewajiban yang tersusun dalam waktu yang telah ditentukan pada perputaran siang dan malam.

Kita diarahkan oleh Allah melaksanakan shalat dengan tujuan agar bisa memberikan kita dengan makanan spritual (rezeki) seperti halnya makanan bagi jasmani kita.

Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka
katakan dan bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu, sebelum
terbit matahari dan
sebelum
terbenamnya dan bertasbih
pulalah pada waktu malam dan siang hari
supaya kamu merasa senang dan janganlah




kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan mereka
sebagai bunga kehidupan dunia
untuk kami coba mereka dengannya.
Dan karunia Tuhanmu
lebih baik
dan
lebih kekal.


...”dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang  buruk) itu bagi orang-orang yang bertakwa”...
(QS. 20 : 130 – 132).

Shalat merupakan tiang agama serta amal yang pertama dihisab pada hari akhir.
Shalat memiliki kelebihan/keutamaan yang luar biasa terhadap jasmani dan rohani, antara lain disebutkan dalam al-Qur’an ;
...”dan orang-orang yang memelihara shalatnya, mereka inilah orang-orang yang akan mewarisi syurga Firdaus, mereka kekal di dalamnya”...
(QS. 23 : 9 – 11).
...”sungguh berbahagia orang-orang Mukmin yang khusyuk dalam
Shalatnya”...
(QS. 23 : 1-3)



Rasul saw bersabda ;
...”tahukah kamu, apabila di dekat pintu rumahmu terdapat sebuah sungai dan kamu mandi lima kali sehari – semalam ? Apakah badanmu masih kotor ? Para Sahabat menjawab, tidak ! Nabi bersabda lagi ; Begitulah halnya shalat yang lima kali sehari-semalam, Allah menghapuskan dosa-dosa manusia dengan shalat itu”...
(HR. Bukhari – Muslim).

Banyak sekali manusia menyembah Tuhan dalam berbagai bentuk dalam persembahan, tetapi shalat bagi seorang Muslim suatu yang unik, yakni harus berwudhu, membasuh anggota badan sebagai perlambang nilai kesucian dalam pengertian mikro, tapi pada hakikatnya mencuci debu hati agar tidak tertutup oleh hijab dalam berkomunikasi dengan Allah Rabbul Izzati.

Nabi Muhammad saw menekankan bahwa kesucian atau kebersihan itu seperlima iman bagi para pengikutnya. Disebabkan kesucian tubuh akan membawa kepada kesucian jiwa.

Betapa pentingnya nilai wudhu, bukan hanya perlambang kesucian tapi juga berperan sebagai penghambat/pelindung terhadap berbagai tekanan/gangguan hati /pikiran dan tubuh menjadi tenang dan santai dengan demikian bisa mempersiapkan diri untuk berkomunikasi dengan Allah swt.






Ketika selesai wudhu dan siap akan melaksanakan shalat, menghadap kiblat, kemudian niat dan takbiratul ihram, kemudian ruku’ dan i’tidal – terus sujud, perlambang penyerahan diri yang total diiringi ketaatan dan disiplin hati dan jiwa yang penuh mengharap ridha dan hidayah yang merupakan “remote control” kehidupan.

...”bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (keuntungannya dari ibadah yang lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”...
(QS. 29 : 45).

Shalat dalam ajaran Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting, terlihat dari pernyataan yang terdapat pada al-Qur’an dan Sunnah yang antara lain mempunyai makna sebagai berikut ;

  1. Shalat dinilai sebagai tiang agama
  2. Shalat merupakan kewajiban yang paling pertama diturnkan kepada Nabi saw (peristiwa Isra’-mi’raj).
  3. Shalat merupakan kewajiban universal yang telah diwajibkan kepada Nabi-nabi sebelumnya.
  4. Shalat merupakan wasiat terakhir Nabi saw.
  5. Shalat merupakan ciri penting orang bertakwa.




Shalat merupakan
rukun Islam yang kedua. Shalat
dapat dinilai apabila memenuhi semua
syarat dan rukunnya.

Kewajiban melaksanakan shalat sebagaimana halnya dengan melaksanakan kewajiban lainnya. Menurut syariat / fiqh kewajiban ditentukan bagi seseorang yang telah dapat dipandang sebagai subjek hukum “mukallaf” yakni kewajiban untuk melaksanakan peraturan-peraturan Allah swt.

Banyak  sekali orang shalat, tapi shalatnya tidak berimbas pada perbuatannya dan bahkan ditolak Allah, sebagaimana yang disabdakan Rasul saw ;

pada hari kiamat
nanti ada orang yang
membawa shalatnya kepada Allah
kemudian dia mempersembahkan shalatnya
kepada Allah swt, lalu shalatnya dilipat-lipat seperti dilipatnya pakaian yang kumal
kemudian dibantingkan ke wajhnya
Allah tidak menerima
Shalatnya
(na’uzdubillah).

Lalu kitapun ingin tahu bagaimana shalat orang-orang yang diterima shalatnya.
Di dalam Hadits Qudsi, Allah berfirman ;




 ...”sesungguhnya Aku hanya akan menerima shalat orang-orang yang merendahkan dirinya karena kebesaran-Ku, menahan dirinya dari hawa nafsu karena Aku yang mengisi sebagian waktu siangnya untuk berdzikir kepada-Ku yang melazimkan hatinya untuk takut kepada-Ku yang tidak sombong terhadap makhluk-Ku yang memberi makan kepada orang yang lapar yang memberi pakaian kepada orang yang telanjang, menyayangi orang yang terkena musibah yang memberikan perlindungan kepada orang asing. Kelak cahaya orang itu akan bersinar seperti cahaya matahari. Aku akan berikan cahaya itu ketika dia kelaparan. Aku akan berikan ilmu ketika ia tidak tahu. Aku akan lindungi  dia dengan kebesaran-Ku. Aku akan suruh malaikat menjaganya. Kalau dia berdoa kepada-Ku, Aku akan segera menjawabnya. Kalau dia minta kepada-Ku, Aku akan segera memenuhi permintaannya, perumpamaannya di hadapan-Ku laksana perumpamaan taman firdaus”...

Demikian sekilas maknawi dari Hadits Qudsi, secara implementasi makna mempunyai beberapa tanda, antara lain ;

a. tanda pertama “merendahkan diri”

Para ulama mengatakan, kalau kita sudah berdiri di atas sajadah kemudian mengangkat kedua tangan untuk bertakbir, berarti kita sudah “mi’raj” menghadap Allah – Khaliqul Alam.



Imam Al-Ghazali bercerita tentang shalat Imam Ali Zainal Abidin ketika beliau sedang mengambil wudhu dan wajahnya kelihatan pucat pasi, tubuhnya gemetar. Ketika ditanya, apakah yang menimpa anda ? Imam Ali Zainal Abidin menjawab: Engkau tidak mengetahui di hadapan siapa sebentar lagi aku akan berdiri ?

Ketika berwudhu saja Imam Ali Zainal Abidin menyadari sebentar  lagi beliau akan
berdiri di hadapan
Allah
Rabbul alamin,
penguasa alam semesta ini
karena itu, pada waktu wudhunya saja
beliau sudah gemetar, sudah ketakutan
s.u.b.h.a.n.a.l.l.a.h


b. tanda kedua “menahan nafsu”

Orang yang diterima shalatnya oleh Allah swt mampu mengendalikan diri dari hawa nafsunya.
Pada hari kiamat nanti, ada orang yang diistimewakan oleh Allah swt, dilindungi khusus sebagai orang-orang penting pada hari kiamat yakni orang-orang yang diajak kencan oleh seorang perempuan cantik yang mempunyai pangkat dan kedudukan tapi dia lari dari ajakan tersebut dan berkata “aku takut kepada Allah”.
Allahu akbar, walillahilhamd,




c. tanda ketiga “banyak berdzikir”

Tanda ketiga ini ialah mengisi sebahagian siang dan malam mereka memanfaatkan untuk menyebut Allah, berdzikir dalam nuansa kerinduan (mahabbah) yang asyiqin/ tenggelam dalam ke-asyikan yang dalam.

Dalam al-Qur’an, kita tidak diperintahkan untuk
banyak melakukan aamal tapi disuruh
untuk melakukan amal
sebaik-baiknya.

Allah mengingatkan kita ;
...”Allah ingin menguji kamu siapa diantara kamu yang paling baik amalannya”... (QS. 11 : 8).

Allah akan menguji manusia
siapa yang paling baik amalannya
(ahsanu amala) dan bukan yang paling banyak
amalannya (aktsaru – amala) integritas keduanya tentu diperlukan
untuk menjadikan
pribadi kita
paripurna
(insanul kamil)
dalam menelusuri hakikat
kehidupan ini.






d. tanda lainnya “ solidaritas sosial”

Tanda-tanda lainnya ialah membiasakan hati, menjadi lembut dan selalu bertakwa kepada-Nya. Kalau hal ini kita lakukan, antara lain ; tidak sombong, memberi makan orang yang lapar, memberi pakaian orang yang telanjang, menyayangi orang yang kena musibah serta memberi perlindungan kepada orang yang terasing, maka kita akan mendapat cahaya yang menerangi kegelapan dan Allah akan menambah pengetahuan di saat kita tidak tahu.

Betapa organnya shalat dalam artian makro, mencegah kemungkaran sekaligus mendekatkan diri kepada-Nya.

Tapi Rasul saw pernah mengingatkan kita dengan sabdanya ;
kalau shalat seseorang
tidak mencegah dari kemungkaran
maka shalatnya tidak menambah sesuatu
kecuali shalatnya akan
menjauhkannya
dari  Allah
swt.

nanti akan datang  suatu zaman
seorang muadzin melantunkan azdan kemudian
orang-orang menegakkan shalat
tapi di antara mereka
itu tidak ada
yang
mukmin

Jadi shalat bukanlah tanda bahwa seseorang yang melakukannya dapat disebut sebagai mukmin, tapi itu merupakan tanda bahwa yang melakukannya adalah seorang Muslim. Untuk mencapai itu seorang Mukmin melalui shalat ditambah dengan syarat-syarat lainnya.

Karateristik seorang Mukmin yang diterangkan dalam Shahih Bukhari, Rasul saw bersabda ;

Pertama ; barang siapa yang beriman (mukmin) kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya.

Kedua ; barang siapa yang beriman (mukmin) kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia senang menyambungkan tali silaturrahmi.

Ketiga ; barang siapa yang beriman (mukmin) kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berbicara yang benar atau kalau tidak mampu berbicara yang benar hendaklah ia diam.

Keempat ; tidak dianggap sebagai orang yang beriman (mukmin) apabila seseorang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan.

Dengan memperhatikan keempat hadits tersebut di atas, mencerminkan tentang keimanan seseorang terhadap solidaritas muslim sesamanya.





Contoh lain yang diibaratkan Rasul saw, mereka melaksanakan shalat berjamaah, tetapi tidak akur dengan tetangganya, tidak sanggup berkata benar, tidak peduli dengan lingkungan, maka mereka itulah orang yang melakukan shalat, tapi sebetulnya tidak dihitung sebagai orang yang melakukan shalat.

Rasul saw bersabda ;
Ada dua orang umatku
yang melakukan shalat yang ruku’
dan sujudnya sama akan tetapi nilai shalat
kedua orang tersebut sangat jauh berbeda
perbedaannya laksana bumi dan
langit.

Oleh sebab itu laksanakanlah shalat dengan baik dan benar dalam pengertian sebenarnya yakni seluruh jiwa raga kita, kita shalatkan dalam pengabdian diri kepada-Nya.

Maka dengan demikian Allah akan menyuruh para malaikat untuk menjaga orang-orang yang shalatnya komprehensif tersebut.

Dalam al-Qur’an diterangkan ;
Kami pelindung-pelindungmu
dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Di dalamnya kamu akan memperoleh apa
yang kamu inginkan dan
memperoleh (pula)
di dalamnya
apa
yang

dijanjikan
Allah kepadamu
(QS. 41 : 31)

...”mereka yang memikul arays dan mereka yang berada di sekitarnya, bertasbih dengan pujian Tuhan, mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampunan bagi orang-orang yang beriman”...

Wahai Tuhan kami, kasihilah dengan ilmu-Mu yang meliputi segala sesuatu, ampuni mereka yang kembali dan mengikuti jalan-Mu.
Jauhkan mereka dari azab Neraka yang bernyala. Ya Tuhan kami, masuklanlah mereka ke syurga Adn yang telah kau janjikan pada mereka bersama orang-orang yang saleh diantara orang tua mereka, istri-istri dan keturunan mereka...
(QS. 40 : 7 -8).

Demikian pengertian shalat secara makro yang merupakan alat untuk mensucikan hati manusia agar dapat berhubungan dengan Allah, Khaliqul Alam sekaligus merupakan sntapan rohani, penyiram kalbu, basah dengan suasana hidayah Allah.


peliharalah shalat
bersihkan niat, jadilah
orang yang taat
kepada
insya Allah
hidup selamat dunia-akhirat.
sesungguhnya beruntunglah


orang-orang yang
beriman
(yaitu) orang-orang
yang khusyuk dalam shalatnya
(QS. 23 : 1-2)

dan orang-orang
yang memelihara shalatnya
mereka itulah orang-orang yang
akan mewarisi syurag  Firdaus,
mereka kekal
di
dalamnya
(QS. 23 : 9 – 11).
Rasul saw bersabda ; seorang
selesai mengerjakan shalat, tetapi yang
diterima dari shalatnya itu sepersepuluhnya
sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuh-
nya, seperenamnya, seperlimanya, seperempat-
nya, sepertiganya dan seperduanya,” ketika
ditanya oleh para sahabat, kenapa begitu ya
Rasulullah, beliau menjawab :”Shalat
Yang diterima hanya yang dime-
Ngerti oleh pelakunya”.





3.
Puasa



  1. Puasa

...”hai orang-orang yang beriman, diwajibkan  atas kamu perpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”...
(QS. 2 : 183).

Puasa / shiyam berarti “imsak” atau menahan, berpantang atau meninggalkan.
Menahan diri dari segala membatalkannya juga merupakan latihan ikhlas, sebab puasa tidak dilihat orang juga tidak mengharapkan pujian orang.

Dalam puasa orang dididik ; “bahwa keridhaan Allah lebih besar dari pada dunia dengan segala isinya”.
Allah berfirman ;
...”dan keridhaan Allah adalah lebih besar ; itu adalah keberuntungan yang besar”... (QS. 9 : 72).

Ikhlas
menunjukkan
sucinya niat, bersihnya tujuan
amal dan lepasnya
manusia
dari
perbudakan
d.u.n.i.a




Puasa menegaskan kembali pandangan hidup Muslim, maka puasa juga berarti pembersih diri. Seorang Muslim dalam berpuasa dididik untuk menghindari segala perbuatan yang tercela. Ia mengendalikan  lidahnya supaya tidak mengeluarkan lidah/kata keji, tajam dan menyinggung – menggunjing orang lain.

Bahkan apabila dicemoohkan orang sekalipun Rasul saw menyuruhnya untuk menjawab sederhana “inni sha-im” (aku sedang berpuasa). Ia mengendalikan seluruh pancaindra dan seluruh anggota badannya.

Demikian pengendalian diri yang tinggi dalam usaha membersihkan pribadi menjadi insan yang muttaqin.

Dalam puasa, seorang muslim diajarkan untuk membiasakan berbuat baik.

Berbuat baik kepada makhluk Allah dan berbuat baik dalam menyembah Allah untuk mendapatkan “nur rabbani”  pembersih hati, menuju kelembutan kasih sayang, keutuhan insani dalam berbenah diri mendekatkan hati menuju peningkatan takwa kepada-Nya.

Ibadah puasa yang merupakan riyadhah untuk mendidik nilai moral sekaligus sebagai pesan moral.








dalam suatu Hadits diriwayatkan
bahwa pada bulan ramadhan
ada seorang wanita
sedang mencaci
maki
pembantunya
dan Rasul saw mendengarnya
kemudian beliau menyuruh seseorang
untuk membawa makanan
dan memanggil
perempuan
itu
lalu
Rasul saw
bersabda, makanlah
makanan ini, perempuan itu
menjawab, saya sedang puasa
ya Rasulullah ! Rasul bersabda lagi
bagaimana mungkin kamu
berpuasa padahal kamu
mencaci-maki
pembantumu
sesungguhnya puasa
adalah sebagai penghalang
bagi kamu untuk tidak berbuat hal-hal
yang tercela, betapa sedikitnya
orang yang berpuasa dan
betapa banyaknya orang
yang kelaparan.



Ketika Rasul saw mengatakan ‘betapa sedikitnya orang yang berpuasa dan betapa banyaknya yang kelaparan’ Nabi menunjukkan kepada kita bahwa orang-orang yang hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak sanggup mewujudkan pesan moral ibadah itu dan tidak lebih sekedar orang-orang yang lapar saja.

Dalam hadits lain Rasul saw bersabda ;

banyak sekali orang yang berpuasa
tetapi tidak mendapatkan
apa-apa kecuali
lapar dan
dahaga

oleh sebab itu, kita temukan orang-orang yang tidak sanggup berpuasa, di dalam al-Qur’an diharuskan untuk mengeluarkan fidyah untuk orang-orang dhuafa.

Jadi kalaupun tak sanggup menjalankan ritual puasa, tidak berpuasa, paling tidak laksanakanlah moral puasa itu yaitu menyantuni orang-orang fakir-miskin dan dhuafa lainnya.

Puasa dengan berbagai fadhilatnya mengandung banyak hikmah, antara lain ;

  1. Puasa merupakan latihan dan pembiasaan jiwa untuk berbuat kebaikan dan disiplin, ketaatan dan kesabaran.




  1. Barang siapa yang berpuasa ramadhan dengan penuh iman dan mencari ridha Allah, maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhari – Muslim).

  1. Puasa itu perisai untuk menghindari api neraka. (HR. Muttafaq alaih).


  1. Barang siapa yang bangun pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mencari ridha Allah, maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
      (HR. Mattafaq alaih).


  1. Berpuasalah kamu, maka kamu akan sehat.

Bulan puasa memang bulan rahmat, lihatlah benda-benda yang memancarkan cahaya dengan lebih bergairah demi cintanya kepada Sang Pencipta.

Dan perlu diingat dalam bulan ini terjadi dua peristiwa besar ;

  1. Nuzulul Qur’an :
      Nuzulul Qur’an adalah peristiwa turunnya       al-Qur’an yang merupakan pedoman umat    Islam menuju pola kebahagiaan dunia –         akhirat dan membacanya saja sudah bernilai ibadah.



  1. Lailatul Qadr :
      Lailatul Qadr adalah suatu malam yang         penuh berkah berbanding dengan seribu         bulan di luar Ramadhan dan malam ini             semua malaikat turun ke bumi Allah hingga terbit pajar memberikan       kedamaian kepada penghuni alam ini.

Allah berfirman ;
...”sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada lailatul qadr, dan tahukah kamu apakah lailatul qadr itu ? Lailatul qadr itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turun para malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahtraan sampai terbit pajar. (QS. 97 : 1-5).

 


4.
ZAKAT
 


4. Zakat

...”ambillah zakat itu dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu bersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”...
(QS. 9 : 103).

Pengertian zakat menurut lughat / bahasa berarti “an-nam-wu” (kesuburan), sedangkan “thaharah” (bersih), barakah (keberkatan) dan juga “tazkiyatut-thath-hir” (kesucian).

Maka pengertian zakat secara makro adalah usaha pensucian pribadi terhadap harta yang kita miliki, berarti kita berusaha menyehatkan rohani kita sekaligus jasmaniahnya.

Rasul saw bersabda ;

dan siap yang
menyehatkan rohaninya
maka Allah akan menyehatkan
jasmaninya (HR. Al-Hakim).

...”sungguh beruntung orang yang membersihkan dirinya (membayar zakat) dan ia ingat Tuhannya lalu ia mendirikan shalat”... (QS. 87 : 13-14).

Masyarakat Islam dewasa ini, sudah mulai kesadarannya untuk membayar zakat walaupun dalam tahap permulaaan.

Zakat dengan segala
aplikasinya memberikan tuntunan
agar selalu bersyukur, melatih jiwa untuk
tidak menjadi bakhil / kikir.
di samping itu
dapat membelanjakan
harta tersebut secara baik dan benar
yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan
Allah – Khaliqul Alam.

Kedudukan zakat sebagai salah satu rukun Islam mempunyai fungsi yang sangat penting sekali dalam kehidupan manusia karena di satu pihak ia merupakan bentuk pelaksanaan manusia sebagai makhluk sosial dan di pihak lain zakat mendorong dinamika manusia untuk berusaha mendapat harta benda untuk dapat melaksanakan sesuai dengan perintah Tuhan.

maka dengan berzakat
kita sudah melatih pribadi kita
menanamkan jiwa yang stabil hubungan
vertikal dengan Allah swt yaitu perasaan bersyukur dan pengendalian
diri yang sadar
terhadap
eksistensi
ketentuan Allah.






Juga memelihara dimensi hubungan horizontal / sesama manusia dengan andil kepribadian sosial.

Maka terciptalah perasaan damai, nafsu yang terkendali serta rasa syukur yang dalam sebagai rampai-menyimpai ketegangan mental dalam tatanan kehidupan.

Maka dengan berzakat
berarti membersihkan /mensucikan
jiwa dari sifat-sifat bakhil dan tamak, menanamkan perasaan cinta
kasih terhadap
golongan
dhuafa
(lemah)
mengembangkan
rasa semangat kesetiakawanan
dan kepedulian sosial terhindar dari
ancaman dan siksa Allah di
hari pembalasan.

Dengan membayar zakat dan infak / sedekah dengan memberikan gambaran hikmah yang terkandung di dalamnya sebagai jaminan Allah, menuju ridha dan maghfirah-Nya sekaligus merupakan tabungan di hari kemudian.

...”dan tetaplah kamu berinfak untuk agama Allah dan janganlah kamu menjerumuskan diri dengan tanganmu sendiri ke lembah kecelakaan (karena menghentikan infak itu)”... (QS. 2 : 159).


beberapa hal yang terasa oleh muzakky
(orang yang mengeluarkan zakat) ialah zakat
ditandai dengan nawa (niat) yang ikhlas sebagai ungkapan bahwa kita tidak bakhil, kita
memiliki kesadaran bahwa rezeki
yang diberikan Tuhan
adalah titipan
juga
sebagai ungkapan
syukur, sekaligus memiliki
perasaan sebagai perwujudan imany
yang ikhlas.

Rasul saw bersabda ;
Sesungguhnya Allah tidak
menerima semua amal, kecuali yang
dilandasi keikhlasan
(HR. At-Tarmizi)

Sedangkan bagi mustahiq (orang yang menerima zakat) bagi mereka bermakna membersihkan / menghilangkan perasaan iri hati, benci terhadap aghniya (orang-orang kaya) yang cukup dan mewah tapi tidak peduli terhadap penderitaan dhuafa.

Sekaligus  menimbulkan rasa simpati terhadap aghniya dan dapat modal kerja / mandiri tanpa selalu ketergantungan pada belas kasihan orang lain.





Ajarkanlah kepada mereka
bahwasanya Allah swt telah mewajibkan
mereka mengeluarkan zakat dan diambil dari
orang-orang kaya mereka untuk
diberikan kepada
orang-orang
fakir
mereka
(HR. Bukhari – Muslim)

Dari Ibnu Umar, bahwasanya Rasul saw bersabda ;

aku diperintah supaya memerangi para
manusia sehingga mereka suka
bersaksi bahwa sesungguhnya
tiada Tuhan selain
Allah dan
bahwa
sesungguhnya
Muhammad adalah Rasul Allah
mendirikan shalat
dan juga
menunaikan
zakat
(HR. Bukhari)



5.
HAJI



5. Haji

...”mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mngingkari (kewajiban haji) maka bahwa
sanya Allah maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta  alam”...
(QS. 3 : 97).

Arkanul islam yang terakhir adalah naik haji ke Baitullah bagi yang mampu melaksanakannya.

Syariat haji adalah syariat yang terakhir diberikan Allah swt untuk dilakukan manusia.

Haji merupakan ketentuan tersendiri dan pelaksanaannya mengundang berkumpulnya umat Islam di seluruh dunia karena ibadah ini tidak bisa dilakukan di luar waktu, tempat dan cara yang telah ditetapkan.
Dengan ibadah haji dapat menumbuhkan perasaan dan keyakinan atas keagunagan Allah swt dan timbulnya persaudaraan antar umat Islam.

Para ulama mengatakan bahwa ketika kita melaksanakan ibadah haji sebenarnya kita meninggalkan pekerjaan, keluarga dan handai tolan pergi ke baitullah.

Pada hakikatnya haji merupakan gladi resik (latihan) untuk kembali kepada Allah.




haji mrupakan latihan
kematian karena kita meninggalkan
tanah air, keluarga dan meninggalkan tetangga
dengan niat ingin melepas kerinduan
mahabbah kepada Allah swt

kita ingin bersimpuh
di rumah-Nya yang suci kita
ingin mebasahi pipi kita dengan tangisan
maghfirah dan ampunan-Nya.

kita semua lahir di dunia
ini jauh di lubuk hati
kita, sebenarnya
mempunyai
kerinduan
untuk
kembali kepada-Nya
baik dengan terpaksa (ruju’ idhthirari)
maupun dengan suka rela (ruju’ ikhtiyari)
dan itulah yang
disebut
mati.

Haji merupakan latihan kematian, menuju  panggilan Sang Habibur Rahman. Oleh sebab itu jemaah haji sering disebut juga “dhuyufur-rahman”
(tamunya Allah swt).

Mabrurnya haji tidak diukur dari cara memperoleh bekal, tidak juga dari tempat tinggal atau dari tingkat kepayahannya dalam melaksanakan ibadah haji.

Haji adalah perjalanan rohani
dari rumah-rumah yang selama ini
mengungkung kita
menuju rumah
Allah.

Haji
yang mabrur
adalah haji yang berhasil
mencampakkan sifat-sifat  hewaniah
dan menyerap sifat-sifat rabbaniyah/ketuhanan

Ketika Abu Bashir terpesona mendengarkan gemuruh zikir orang-orang yang melakukan thawaf, Ja’far as-Shadiq mengusap wajahnya, Abu Bashir terkejut karena ia kemudian menyaksikan banyak sekali binatang di sekitar “baitullah”, dia sadar bahwa dzikir saja tidak cukup untuk mabrur, diperlukan transformasi spritual.

Kepada asy-Syibli yang baru kembali dari melakukan ibadah haji, Zainal Abidin – sufi besar dari keluarga Nabi saw – bertanya kepadanya ;
...”ketika engkau sampai di miqat dan menanggalkan juga pakaian kemaksiatan dan mulai mengenakan busana ketaatan ?
Apakah juga engkau tanggalkan riya (suka pamer) kemunafikan dan syubhat ? Ketika engkau berihram, apakah engkau bertekad mengharamkan atas dirimu semua yang diharamkan atas dirimu semua yang diharamkan Allah ? Ketika engkau menuju Mekkah, apakah engkau berniat untuk berjalan menuju Allah ?


Ketika engkau memasuki Masjidilharam, apakah engkau berniat untuk menghormati hak-hak orang lain dan tidak akan menggunjingkan sesama umat Islam ?
Ketika engkau sa’i apakah engkau merasa sedang lari menuju Tuhan diantara harap dan cemas ?
Ketika engkau wukuf di Arafah, adakah engkau merasakan bahwa Allah mengetahui segala kejahatan yang engkau sembunyikan dalam hatimu ? Ketika engkau berangkat ke Mina, apakah engkau bertekad untuk tidak menggangu orang lain dengan lidahmu, tanganmu & hatimu ?

Dan ketika engkau melempar jumrah, apakah engkau berniat memerangi Iblis selama sisa hidupmu ?

Ketika untuk semua pertanyaan itu, asy-Syibli menjawab “tidak”, Zainal Abidin mengeluh “akh”, engkau belum miqat, belum ihram, belum thawaf, belum sa’i, belum wukuf dan belum sampai ke Mina.

Asy-Syibli menangis !
Dan pada tahun berikutnya, dia berniat merevisi manasik hajinya.
Dalam manasik keluarga Nabi saw
yang menjadi persoalan
bukan lagi
kemampuan untuk
mendapatkan bekal dan
kendaraan tapi kesanggupan
meninggalkan rumah-rumah kita
yang kotor supaya bisa beristirahat di



rumah-rumah kita yang kotor
supaya bisa beristirahat
di rumah Allah
yang Maha
Suci
bila berhasil
berarti kita mabrur.

Demikianlah tamsil fadhilah pelaksanaan ibadah haji yang banyak mengandung hakikat dalam pelaksanaannya sekaligus hikmah yang dapat menumbuhkan perasaan dan keyakinan atas keagungan Tuhan dan menimbulkan persaudaraan antar umat Islam.

Di samping itu mendidik jiwa untuk mau berkorban, ikhlas dan sabar.
Hal ini bisa kelihatan dari persyaratan dan pelaksanaan haji itu sendiri. Menimbulkan disiplin pribadi yang kuat, taat dan teratur.

haji yang mabrur
tidak ada
ganjaran
baginya
kecuali syurga



Bagian keempat
(Menuju Insan kamil)



Bagian Keempat
(Menuju Insan Kamil)

...”sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam yang
sebaik-baiknya”... (QS. 95 : 4).

Manusia dalam pandangan Islam, selalu dikaitkan dengan suatu kisah tersendiri. Di dalamnya manusia tidak semata-mata digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku pipih, berjalan dengan dua kaki dan pandai berbicara.
Lebih dari itu, menurut al-Qur’an, manusia  lebih luhur dan ghaib dari pada yang dapat didefinisikan dengan kata-kata.

Mereka dinobatkan melebihi malaikat tapi pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan setan dan binatang lainnya yang lebih rendah dan hina.

Untuk mengangkat harkat dan martabat manusia, maka perlu mengadakan perbaikan dan pembinaan kepribadian, antara lain, Allah berfirman ;
barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya
maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh
dan tidak menyekutukan Allah dalam beribadat
(QS. 18 : 110)




Untuk menuju kepada jalan ‘insan kamil’ maka kita diminta untuk selalu beramal saleh, yakni selalu mengerjakan perbaikan-perbaikan dalam beribadah dan tidak menyekutukannya.

Di samping itu kita juga disuruh mencoba berlatih dalam berbuat kesabaran karena dengan sabar menjadikan kita insan yang patuh terhadap ritme dan ketentuan Tuhan serta menciptakan jiwa tawakkal dan rasa syukur terhadap nilmat dan anugrah-Nya.

Allah berfirman:
            ....”dan bersabarlah, sesungguhnya Allah  beserta orang-orang yang sabar”...
(QS. 8 : 46)

Untuk itu semua, memerlukan latihan-latihan perbaikan baik bersifat jasmani dan lebih-lebih lagi bersifat rohani.

Hal ini diperlukan untuk berbenah diri menuju insan kamil, yakni perwujudan manusia seutuhnya baik yang bersifat peribadatan/hablum-minallah maupun hablum minan-nas.

Langkah-langkah itu antara lain ;

  1. Takhalli

Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela yang merupakan daki mati.







Allah berfirman :
            .....”sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya dan sungguh merugi orang yang mengotori jiwanya.”
(QS. 91 : 9-10).

Sifat-sifat yang mengotori jiwa /hati itu antara lain ; hasad /iri hati, haqad /dengki, benci, su-udz-dzan / berprangsangka buruk, kibir /sombong, ujub / merasa sempurna diri dari orang lain, riya’ /memamerkan kelebihan, bakhil / kikir, hubbul mal / mabuk kebendaan, tafakhur/ membanggakan diri, ghadab / pemarah, khianat / munafiq dan lain sebagainya.

Maka kaifiat membersihkan jiwa / hati tersebut antara lain ;

  1. suci dari najis dan hadas

  1. mensucikan diri dari dosa lahir yang dikerjakan oleh ; mulut – mata, telinga – hidung, tangan – kaki dan syahwat.


  1. Memelihara kesucian bathin / hati yang selalu penuh lathifah / kelembutan.




  1. Tahalli

Tahalli berarti mengisi diri dengan sifat-sifat terpuji yang merupakan sinar hati.

Allah berfirman ;
bahwa sesungguhnya Allah
memarintahkan untuk berlaku adil
berbuat kebajikan, hidup kekeluargaan
dan melarang kekejian, kemungkaran dan
permusuhan, bahwa Tuhan mengajarkan
kepada kamu sekalian (pokok-
pokok akhlak itu), agar
kamu menjadi
perhatian
(QS. 19 : 90).

Untuk mengisi sifat-sifat tersebut diperlukan langkah-langkah sebagai berikut ;

  1. pokok dasar perbaikan akhlak

Dalam rangka mengatur tata kehidupan manusia, Allah telah meletakkan dasar pokok-pokok perbaikan akhlak, untuk menciptakan insan pembangunan.

Pokok-pokok dasar perbaikan akhlak tersebut itu ialah, ikhlas dan ihsan dalam melandasi setiap langkah dan cita-cita.





  1. sifat yang menyinari hati / jiwa

Setelah kita melakukan pokok-pokok dasar perbaikan akhlak yaitu dengan menyinari hati / jiwa dengan bertaubat, takwa dan syukur kepada-Nya.

walaupun malam terasa panjang
namun sang pajar pasti
akan datang,
walaupun
umur
kita
panjang
liang kubur
pasti akan kita
masuki juga.


  1. selalu mendekatkan diri kepada Allah

Taqarrub / mendekatkan diri kepada Allah adalah suatu kunci yang sangat tinggi dalam usaha mengingat kepada-Nya.

Ali karramallahu wajhah bertanya kepada Rasul saw ;
ya Rasulullah,
jalan apakah yang
dekat mencapai Tuhan ?




Rasul saw menjawab ; dzikrullah
(yakni dzikir kepada Allah)


ya Tuhan, Engkau-lah
yang aku maksud dan keridhaan-Mu-lah
yang aku tuntut


dengan dzikir
mengingat Allah maka
hati akan tenang tentram
(QS. 13 : 28)

siapa yang membiasakan dirinya
beristighfar maka setiap
kesempitan
akan
menjadi lapang
dan kesulitan akan menjadi
mudah dan Alllah akan memberinya
rezeki yang tidak diduga-duga
(HR. Abu Daud).

 

  1. Tajalli

Tajalli berarti kenyataan Tuhan yang memberikan cahaya langit dan bumi.

Allah berfirman ;
...” Allah itu memberi cahaya langit dan bumi “...
(QS. 24 :  25 ).

Atas landasan ayat tersebut di atas memberikan keyakinan kepada kita tentang pancaran sinar Ilahi yang merupakan tajalli-Nya, Allah swt.

Cahaya ini akan memancarkan sinar ‘hudan’ / petunjuk dalam mengitari arti kehidupan ini.

Tanpa petunjuk Tuhan, manusia akan berada di gelapan, menjadikan ia tidak manusiawi lagi, akan menjadikan insan-insan “asfala-safilin” yang rendah dan hina melebihi hewan dan makhluk hina lainnya.


Untuk memperoleh itu semua maka lakukanlah ;

-         dzikrullah (dzikir kepada Allah).
-         Berdoa dan shalat yang da-im (kontinyuitas).
-         Istighfar dan pengendalian diri
-         Khauf dan raja’ (cemas dan harap) hudan / hidayah Allah swt.







hai manusia
sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran
dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada)
dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang
yang beriman
(QS. 10 : 57).



dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu
yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur;an itu
tidaklah menambah kepada
orang-orang yang
zalim selain
kerugian
(QS. 17 : 82).

jika kamu
berlainan pendapat
tentang sesuatu maka kembalikanlah
kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasulnya (sunnahnya) QS. 4 : 59




SENARAI RUJUKAN


SENARAI RUJUKAN

1. Fiqh al-Mu’awadhat
   by : al-Khudry, A.Al-hajj, DR
   Damascus University
   Syrian Arab Republic tahun 1401 H / 1981 M

2. Manhaj Ilmiah Islamy
    by : Asy-Syarkawi, Hasan, DR
    1984

3. Tuhan dan Manusia
    by : Akbar, Ali, H
    1984

4. Fiqhuz-Zakah
    by : al-Qaradhawi, Yusuf, DR
    1401 / 1981

5. Renungan-renungan Sufistik
    by : Rahmat, jalaluddin

6. Bahan Renungan Kalbu
    by : Alibasyah, Permadi, Ir
    Cahaya Makrifat bandung
    2005.

7. Majalah dan koran
    serta bacaan-bacaan lainnya, situs dan berbagai
    website.






ISLAMIKA
memberikan gambaran
dinamika keislaman kita sekaligus
memberikan kedalaman makna
bukan saja estetika
bahasa, tapi
juga
filosofi
yang diakndungnya
oleh sebab itu
masuklah ke dalam Islam
secara kaffah / komprehenshif

walaupun malam terasa panjang
namun sang fajar pasti
akan terbit jua
walaupun umur kita
panjang, liang kubur pasti
akan kita masuki juga

Effendy Asmawi Alhajj
mengungkapkan secara sederhana
dan blak-blakan dalam buku ini
selamat menikmati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guest Book