Effendy Asmawi Alhajj
Islamika
Oleh : Effendy
Asmawi Alhajj
Desain
sampul : EA’s Computer
Lay out : Mutiara Offset Batam
Hal
cipta dilindungi undang-undang
All
right reserved
@ 2009
http://www.effendyalhajj.blogspot.com
e-mail :
encikeffendy@yahoo.com
Cetakan
I, November 1996/Rajab 1417
Cetakan
II, Juni 2009/J.Akhir 1430
Diterbitkan
oleh :
Yayasan
Paramakkiya Batam
PO.Box 1002/BTAMN-Batam Island 29444
Telp/Fax
: 0778- 451547
Mobile
phone : 081270030911
kepada
ikhwan seiman
(pen-cinta ke-benar-an)
sesungguhnya hidup
adalah aqidah
dan
perjuangan
islam
adalah jalan
landasan kehidupan
orang beriman
untuk merubah keadaan lahir
kita harus merubah
keadaan bathin
dengan
menjadikan islam
pegangan
Islam
bukanlah agama
slogan, tapi pelaksanaan
dan keikhlasan
perbuatan
adalah
pokok
ajaran
mencintai Islam
berarti melaksanakan
seluruh ajaran
dan ikhlas
beramal
adalah
kunci
ke
suksesan
pelajarilah Islam
masuklah
anda
ke
dalamnya
insya Allah
b.a.h.a.g.i.a
I s l a m
agama sempurna
imtak (iman & takwa)
dan iptek
(ilmu pengetahuan & teknologi)
adalah tahapan
mencapai
sasaran
yang
di
tuju
pelajarilah Islam
maka akan
terbentuk
nilai
kepribadian
sesungguhnya agama
di sisi Allah
hanyalah
Islam
(QS. 3 : 19)
memperoleh ilmu pengetahuan
yang tinggi saja
tidak memberi
jaminan
bagi
terbentuknya
kepribadian tapi
penggemblengan jiwalah
landasan utama
untuk
pembentukan
kepribadian itu
dengan jalan
mengamalkan
Islam
Dari Penulis
Segala
puji bagi Allah, Ilah Yang Maha Agung, Al-Hadi yang hakiki pembuka tabir kehidupan.
Tulisan
ini dapat diselesaikan, sangat istimewa walaupun lama karena tulisan ini tidak
di suatu tempat yakni merupakan kumpulan tulisan dalam perjalanan, mengisi
waktu menuju tiba di tempat tujuan.
Mulai
naik kereta api Singapura – Kuala Lumpur, naik pesawat dari Batam – Jakarta –
Balikpapan – Padang dan Pekanbaru serta beberapa acara lainnya, baik bentuk
ceramah maupun diskusi hingga dapat diselesaikan dan disusun sempena menyambut
harlah penulis.
Tulisan
ini sangat ringkas serta belum mampu mencakup secara keseluruhan judul yang
penulis utarakan.
Namun
demikian, cara mendasar pandangan
penulis ini, moga bisa membuka suatu tabir konsepsi Islamy dalam
kehidupan sebagai seorang Muslim yang ingin selalu berusaha untuk mendapatkan
suatu “hudan” /petunjuk yang sesuai dan diridhai-Nya.
Semoga
bermanfaat, amin.
Batam,
24 November 2008
Penulis,
Effendy Asmawi Alhajj
DAFTAR ISI
Halaman
Al-Ihda 4
Renungan 5
Dari
Penulis 14
-
Bagian Pertama 16
( Hal Ihwal Islam )
-
Bagian Kedua
( Fungsi Manusia ) 22
-
Bagian Ketiga
( Islamika ) 28
-
Bagian Keempat
(Menuju Insan Kamil) 68
Senarai
Rujukan 78
Bagian Pertama
( HAL IHWAL ISLAM )
1.
Hal Ihwal Islam
....”Sesungguhnya agama yang diakui di sisi Allah,
hanyalah Islam” ... (QS. 3 : 19).
Islam
adalah agama tauhid dengan konsepsi ideologinya memberikan gambaran keserasian
hidup duniawi dan ukhrawi.
Dan
tidak membatasi dirinya hanya semata-mata mensucikan kehidupan rohani dan
kehidupan moral manusia dalam arti yang sempit, tapi ruang lingkup hidup dan
kehidupan manusia.
Islam
mengkader umatnya bukan hanya kehidupan individual (pribadi) tapi juga secara
kolektif (masyarakat) menuju pola hidup yang sehat dan diridhai Ilahi.
Islam,
ruang lingkup agama di dasarkan atas “way
of life” (jalan hidup), “view of
life” (pandangan hidup) dan “law of
life” (peraturan hidup) yang menjadikan Islam sebagai jalan, pandangan dan
peraturan dalam kehidupan.
Islam,
suatu peraturan yang berdasarkan wahyu merupakan jembatan untuk berserah diri
kepada Ilahi agar mencapai keselamatan dan perdamaian hidup fana dan akhirat
baqa.
berbahagialah
mereka yang memeluk Islam
dan menjalankan syariatnya secara
kaffah, mereka berhak
dakhalal jannah
(syurga)
Islam
menurut pengertian denotasi, makna bahasa Arab dapat diartikan sebagai berikut
;
- SALAM
Salam
berarti keselamatan ; peraturan, undang-undang; yang berasal / datang dari
Allah untuk membimbing/ memberikan tuntunan keselamatan hidup manusia, duniawi
dan ukhrawi.
- TASLIM
Taslim
berarti penyerahan.
Penyerahan
diri kepada Khaliq, baik suka maupun duka, untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Dan
penyerahan (secara kaffah) ini merupakan maqam tertinggi dalam ubudiyah
terhadap Allah swt.
- SILMI
Silmi
berarti perdamaian.
Perdamaian
kepada Allah (tidak durhaka / ingkar/ kafir) dan dengan sesama manusia (tidak
bermusuh-musuhan).
Oleh
sebab itu “silmi” memancarkan sinar damai dalam setiap insan baik hubungan
horizontal (sesama) maupun vertikal (ubidiyah) kepada Khaliq, pencipta alam
semesta.
- SULLAMI
Sullami
berarti titian, jembatan.
Peraturan-peraturan
yang merupakan jembatan untuk menghubungkan kita ke jalan kebahagiaan duniawi –
ukhrawi.
Jembatan
ini sangat diperlukan sebagai penghubung “mazra-atul akhirah”, jasmani –rohani,
sebagai sarana menuju kepada-Nya.
- ASLAMA
Aslama
berarti memelihara dalam keadaan selamat sejahtra dan berarti juga menyerahkan
diri tunduk, patuh dan taat.
Kata
“aslama” inilah yang menjadi pokok segala arti yang terkandung dalam Islam.
Orang
yang melakukan “aslama” atau masuk Islam, orangnya dinamakan muslim yakni orang
yang menyatakan dirinya taat menyerahkan diri dan patuh kepada Allah swt.
Dengan
melakukan “aslama” orang terjamin kesempatan hidupnya di dunia dan di akhirat
oleh Allah swt.
Allah
berfirman ;
...”ya,
barangsiapa “aslama” (tunduk / menundukkan) mukanya kepada Allah, sedang ia
berbuat baik, maka Allah akan memberi
pahala di sisi-Nya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan merekapun
tidak (pula) bersedih hati”.
(QS. 2 :
112).
...”dan
sesungguhnya di antara kami ada yang Islam dan ada yang aniaya. Barangsiapa
“aslama” (taat) mereka itulah yang mendapat petunjuk”...
(QS. 72
: 14 ).
Dari
keseluruhan pengertian ‘aslama’ tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa
agama Islam adalah merupakan peraaturan-peraturan yang harus ditaati,
mempersatukan seluruh umat manusia menjadi sejahtra, damai dan selamat
hidupnya, duniawi – ukhrawi.
Dengan
demikian mka manusia akan mendapat kedudukan yang mulia / terpuji di sisi
rabbul Izzati, Allah swt.
ya Allah, tunjukilah kami
segala sesuatu
seperti
yang
sebenar-benarnya
segala sesuatu
itu dalam
dekapan
salam
*
Dengan menyebut nama Allah
Yang Maha Pemurah
Lagi Maha
Penyayang. Segala
puji bagi Allah, Tuhan Semesta
Alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,
Yang menguasai hari pembalasan,
Hanya Engkau-lah
yang kami
sembah
dan
hanya kepada
Engkau-lah kami mohon
pertolongan, tunjukilah kami
jalan yang lurus (yaitu) jalan orang-orang
yang telah Engkau
anugrahkan nikmat kepada
mereka, bukan (jalan) mereka
yang dimurkai dan bukan
(pula jalan) mereka
yang sesat.
(QS. 1 : 1-7)
Bagian Kedua
(FUNGSI MANUSIA MENURUT
KONSEPSI ISLAMY).
2. Fungsi Manusia Menurut Konsepsi Islamy
...”pelajarilah Islam
maka akan terbentuk
nilai
kepribadian”...
...”kalau
sekiranya Kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung pasti kamu akan
melihatnya tunduk terpecah-belah disebabkan takut kepada Allah.
Dan
perumpamaan ini kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir” ... (QS. 59 :
21).
...”Allah
memberikan hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dan barangsiapa yang
diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang
dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal”... (QS.2 :269).
Manusia
mempunyai peranan dan fungsi yang luar biasa, Allah berikan kepada kita
beberapa “isyarat” dalam mengemban dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan
kehidupan yang berfungsi sebagai “khalifah” di muka bumi ini.
Isyarat
itu adalah ; isyarat imaniyah (petunjuk tentang keimanan) yang sudah Allah
berikan kepada kita tatkala Allah berfirman; ... alastu birabbikum ? (apakah Aku Tuhan-mu ?) dan kitapun serentak
menjawab ; ... qalu, bala syahidna
( ya
kami bersaksi Engkau Tuhan kami).
Diantara
sekian banyak makhluk-makhluk yang diciptakan Tuhan yang paling sempurna dalam
bentuk atau wujud kejadian yang sebaik-baiknya ialah “manusia”.
Ini
Allah tegaskan dalam al-Qur’an ; ...”sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (paling sempurna)”... (QS. 95 : 4).
dan Kami melebihkan
mereka (manusia) dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang Kami
ciptakan
(QS. 17 : 70)
Maka
dengan kelebihan/kemuliaan yang Allah berikan kepada manusia menurut konsepsi
islamy ini sekaligus mengisyaratkan isyarat “ilmiah” /keilmuan dan isyarat
“hukmiyah” /petunjuk tentang hukum, maka maunsia berfungsi sebagai berikut ;
- Sebagai Abid (hamba) Allah untuk berbakti kepada-Nya.
...”dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia
melainkan
untuk
berbakti kepada-Ku”...
(QS. 51 : 56).
Ayat ini
menegaskan bahwa fungsi / kewajiban dan sekaligus tujuan hidup manusia adalah
untuk berbakti / beribadah kepada-Nya.
Tuhan
menciptakan manusia agar mereka menyembah-Nya menjadi tanggung jawab utama
manusia.
- Sebagai Khalifah fil Ardh / Pemimpin
...”dan Dia-lah yang menjadikan
kamu para khalifah /
pemimpin
di bumi
dan Dia pula
meninggikan sebahagian kamu
dengan beberapa derajat”... (QS. 6 : 165).
Rasul
saw bersabda ;
...”kamu adalah pemimpin dan (nanti)
kamu akan mempertanggungjawabkan
kepemimpinanmu itu”... (HR. Abdullah
Ibnu Umar).
Oleh
karena itu seharusnya kita sebagai pemimpin berpegang teguh kepada amanat yang
diberikan kepada kita karena seluruh dimensi kegiatan mesti dipertanggungjawabkan
nanti di hadapan Habiburrahman.
...”sesungguhnya Kami telah jadikan manusia dalam bentuk yang paling
sempurna,
kemudian Kami turunkan
derajatnya kepada
yang paling
rendah/
hina
(QS. 95 : 4 – 5)
Sesungguhnya
hidup ini adalah aqidah dan perjuangan, iman dan ilmu adalah landasan
kehidupan.
Iman
sebagai motivasi dan pengemudi sedangkan ilmu sebagai motor yang bergerak
melalui tahap-tahap mencapai sasaran yang dituju.
Oleh
sebab itu, Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa
derajat lebih tinggi dari yang lainnya.
Kalau
sudah demikian, maka menjadilah kita insan pilihan.
...”sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami
angkat mereka
di daratan
dan
di lautan
dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan
yang telah Kami ciptakan “... (QS. 17 :70).
Dan
apabila hal ini bergeser, maka akan terjadi nilai kausalatif kehidupan.
Allah
memberikan peringatan ;
...”apabila
manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring atau
berdiri tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali)
melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah ia tidak pernah berdoa kepada Kami
(menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya”... (QS. 10 : 12).
...”sesungguhnya, kebanyakan jin dan manusia
Kami jadikan untuk memenuhi neraka
Jahannam. Mereka mempunyai
hati, tapi tidak
dipergunakannya untuk
memahami
(ayat-ayat)
Allah
dan mereka mempunyai
mata, (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah)
dan mereka mempunyai telinga (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat)
Allah, mereka itu
seperti
binatang ternak
bahkan lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai”...
(QS. 7 : 179).
Bagian Ketiga
(ISLAMIKA)
- I S L A M I K A
...”ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di
akhirat serta peliharalah kami
dari siksa neraka”...
(QS. 2 : 20)
Islamika
berarti (ke-islaman-mu), memberikan
pengertian tentang fungsi dan tujuan kehidupan ini. Untuk mencapai sasaran tersebut diperlukan
hidayah dan ridha Tuhan untuk mencapai “maqam liqa-ullah” yang bermakna bertemu
Allah azza wajalla.
Untuk
itu Rasul saw memberikan renungan kepada kita dengan sabdanya ;
...”ketahuilah
!, bahwa di dunia ini kamu harus berpikir sebagai seorang asing atau seorang
musafir yang sedang berjalan”...
(HR.
Abdullah Ibnu Umar).
Hadits
tersebut mengingatkan kita sebagai seorang Muslim bahwa di dunia ini kita hanya
sementara yakni sebagai ‘seorang musafir’ maka kita akan melalui tahap-tahap
tertentu yang merupakan dasar dari
landasan kita sebagai seorang Muslim.
Landasan
itu ialah “ARKANUL ISLAM” atau yang lebih kita kenal dengan rukun
Islam.
Arkanul
Islam berasal dari kata “arkan dan Islam”, arkan berakar dari rukun yang
berarti bagian yang inherent (tidak terpisahkan), berbeda dengan syarat yang
berarti kondisi yang harus ada pada rukun sehingga suatu peribadatan menjadi
sah.
Rukun
atau arkanul Islam berarti bagian-bagian dari suatu kebulatan Islam.
Arkanul
Islam itu adalah ;
-
syahadatain
-
shalat
-
zakat
-
puasa Ramadhan
-
haji
Rasul
saw bersabda ;
...”didirikan
Islam itu atas lima dasar yaitu ; persaksian tidak ada Tuhan melainkan Allah
dan Muhammad adalah Rasulullah, - mendirikan shalat, - mengeluarkan zakat, -
berpuasa Ramadhan dan menunaikan ibadah haji”...
(HR.
Bukhari – Muslim).
1.
syahadatain
- Syahadatain
Syahadatain
berasal dari kata syahadah yang berarti “persaksian” atau “pengakuan” jadi
syahadatain ialah dua persaksian / pengakuan entitas Ilah hanya Allah swt dan
Muhammad adalah Rasul Allah.
Prinsip
teoritas yang menjadi dasar Islam sepanjang perputaran sejarah adalah prinsip
syhadah “ laa-ilaha – illallah “ pengakuan hanya Allah saja yang menjadi Tuhan,
Rabb, Ilah, al-Khaliq, pendukung kehidupan, penguasa dan pemerintah.
Menghambakan
diri kepada Allah adalah merupakan bagian dari rukun Islam yang pertama, yaitu “syahadat tauhid” ; asyhadu- alla-ilaha illallah dan “syahadat rasul” ; wa – asyhadu –
anna- Muhammadar-Rasulullah.
...’aku bersaksi, tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi,
sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah”...
hati yang beriman dan Islam adalah
yang melambangkan prinsip
ini dan memegang
teguh terhadap
ikrar dan
istiqamah terhadap
keikrarannya tersebut.
Maka
apabila syahadat kita sudah istiqamah maka apapun nuansa dan dimensi terpaan
hidup, insya Allah akan menunjukkan kepada nilai hasanah dan terhindar dari
syirik, sebab kita sudah memegang teguh nilai syahadat tersebut.
Dengan
memelihara syahadat berarti kita menuju kepada suatu maqam ‘qanaah’ dalam
kehidupan ini.
Allah
yang Maha Pencipta dengan bukti-bukti ciptaan-Nya, Maha Kuasa, Rabbul Alamin –
Pemelihara Alam Semesta dan kita meyakini betul, Allah Maha Esa dengan
“wahdaniyah”-Nya tidak melahirkan dan tidak dilahirkan serta tidak ada sekutu
bagi-Nya.
Katakanlah !
Dia-lah Allah Yang Maha Esa
Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu
tidak beranak dan
diperanakkan
dan tidak
ada
sesuatu apapun
yang setara dengan-Nya.
(QS. 112 : 1 – 4).
Inilah
inti syahadat pertama (tauhid) memberikan tekanan tentang ketergantungan hamba
(makhluk) kepada Khaliq serta peranan-Nya dalam mengatur seluruh dimensi
tatanan alam ini.
Sedangkan
syahadat kedua (Rasul), yakni Muhammad adalah Rasul Allah.
Allah
berfirman ;
...”Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya keras terhadap
orang-orang kafir dan lembut sesama mereka”...
(QS. 48
: 29).
Nabi
Muhammad saw pembawa risalah yaitu agama
sebagai pesan Allah yang abadi. Agama adalah merupakan sistem nilai dan norma
yaitu ketentuan dasar dan peraturan pelaksanaan yang disebut aqidah – syariah.
Allah
berfirman ;
...” Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa
yang Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama dan
janganlah kamu berpecah belah tentangnya.
Amat berarti bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka
kepadanya, Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama) orang yang kembali (kepada-Nya)”...
(QS. 42 : 13).
2.
SHALAT
2. Shalat
...”sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang yang takut
kepada azab Tuhannya, mereka tidak melihatnya ddan mereka mendirikan shalat.
Dan barangsiapa yang mensucikan diri mereka, sesungguhnya ia mensucikan
diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allah-lah kembali (mu)”...
(QS. 35 : 18).
Shalat
suatu ibadah, komunikasi seorang hamba dengan Tuhannya sekaligus merupakan
suatu kewajiban yang tersusun dalam waktu yang telah ditentukan pada perputaran
siang dan malam.
Kita
diarahkan oleh Allah melaksanakan shalat dengan tujuan agar bisa memberikan
kita dengan makanan spritual (rezeki) seperti halnya makanan bagi jasmani kita.
Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka
katakan dan bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu, sebelum
terbit matahari dan
sebelum
terbenamnya dan bertasbih
pulalah pada waktu malam dan siang hari
supaya kamu merasa senang dan janganlah
kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami
berikan kepada golongan mereka
sebagai bunga kehidupan dunia
untuk kami coba mereka dengannya.
Dan karunia Tuhanmu
lebih baik
dan
lebih kekal.
...”dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami-lah yang memberi
rezeki kepadamu. Dan akibat (yang buruk)
itu bagi orang-orang yang bertakwa”...
(QS. 20
: 130 – 132).
Shalat
merupakan tiang agama serta amal yang pertama dihisab pada hari akhir.
Shalat
memiliki kelebihan/keutamaan yang luar biasa terhadap jasmani dan rohani,
antara lain disebutkan dalam al-Qur’an ;
...”dan
orang-orang yang memelihara shalatnya, mereka inilah orang-orang yang akan
mewarisi syurga Firdaus, mereka kekal di dalamnya”...
(QS. 23
: 9 – 11).
...”sungguh
berbahagia orang-orang Mukmin yang khusyuk dalam
Shalatnya”...
(QS.
23 : 1-3)
Rasul
saw bersabda ;
...”tahukah
kamu, apabila di dekat pintu rumahmu terdapat sebuah sungai dan kamu mandi lima
kali sehari – semalam ? Apakah badanmu masih kotor ? Para Sahabat menjawab,
tidak ! Nabi bersabda lagi ; Begitulah halnya shalat yang lima kali
sehari-semalam, Allah menghapuskan dosa-dosa manusia dengan shalat itu”...
(HR.
Bukhari – Muslim).
Banyak
sekali manusia menyembah Tuhan dalam berbagai bentuk dalam persembahan, tetapi
shalat bagi seorang Muslim suatu yang unik, yakni harus berwudhu, membasuh
anggota badan sebagai perlambang nilai kesucian dalam pengertian mikro, tapi
pada hakikatnya mencuci debu hati agar tidak tertutup oleh hijab dalam
berkomunikasi dengan Allah Rabbul Izzati.
Nabi
Muhammad saw menekankan bahwa kesucian atau kebersihan itu seperlima iman bagi
para pengikutnya. Disebabkan kesucian tubuh akan membawa kepada kesucian jiwa.
Betapa
pentingnya nilai wudhu, bukan hanya perlambang kesucian tapi juga berperan
sebagai penghambat/pelindung terhadap berbagai tekanan/gangguan hati /pikiran
dan tubuh menjadi tenang dan santai dengan demikian bisa mempersiapkan diri
untuk berkomunikasi dengan Allah swt.
Ketika
selesai wudhu dan siap akan melaksanakan shalat, menghadap kiblat, kemudian
niat dan takbiratul ihram, kemudian ruku’ dan i’tidal – terus sujud, perlambang
penyerahan diri yang total diiringi ketaatan dan disiplin hati dan jiwa yang
penuh mengharap ridha dan hidayah yang merupakan “remote control” kehidupan.
...”bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (keuntungannya dari ibadah
yang lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”...
(QS. 29
: 45).
Shalat
dalam ajaran Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting, terlihat dari
pernyataan yang terdapat pada al-Qur’an dan Sunnah yang antara lain mempunyai
makna sebagai berikut ;
- Shalat dinilai sebagai tiang agama
- Shalat merupakan kewajiban yang paling pertama diturnkan kepada Nabi saw (peristiwa Isra’-mi’raj).
- Shalat merupakan kewajiban universal yang telah diwajibkan kepada Nabi-nabi sebelumnya.
- Shalat merupakan wasiat terakhir Nabi saw.
- Shalat merupakan ciri penting orang bertakwa.
Shalat merupakan
rukun Islam yang kedua. Shalat
dapat dinilai apabila memenuhi semua
syarat dan rukunnya.
Kewajiban
melaksanakan shalat sebagaimana halnya dengan melaksanakan kewajiban lainnya.
Menurut syariat / fiqh kewajiban ditentukan bagi seseorang yang telah dapat
dipandang sebagai subjek hukum “mukallaf” yakni kewajiban untuk melaksanakan
peraturan-peraturan Allah swt.
Banyak sekali orang shalat, tapi shalatnya tidak
berimbas pada perbuatannya dan bahkan ditolak Allah, sebagaimana yang
disabdakan Rasul saw ;
pada
hari kiamat
nanti
ada orang yang
membawa
shalatnya kepada Allah
kemudian
dia mempersembahkan shalatnya
kepada
Allah swt, lalu shalatnya dilipat-lipat seperti dilipatnya pakaian yang kumal
kemudian
dibantingkan ke wajhnya
Allah
tidak menerima
Shalatnya
(na’uzdubillah).
Lalu
kitapun ingin tahu bagaimana shalat orang-orang yang diterima shalatnya.
Di dalam
Hadits Qudsi, Allah berfirman ;
...”sesungguhnya Aku hanya
akan menerima shalat orang-orang yang merendahkan dirinya karena kebesaran-Ku,
menahan dirinya dari hawa nafsu karena Aku yang mengisi sebagian waktu siangnya
untuk berdzikir kepada-Ku yang melazimkan hatinya untuk takut kepada-Ku yang
tidak sombong terhadap makhluk-Ku yang memberi makan kepada orang yang lapar
yang memberi pakaian kepada orang yang telanjang, menyayangi orang yang terkena
musibah yang memberikan perlindungan kepada orang asing. Kelak cahaya orang itu
akan bersinar seperti cahaya matahari. Aku akan berikan cahaya itu ketika dia
kelaparan. Aku akan berikan ilmu ketika ia tidak tahu. Aku akan lindungi dia dengan kebesaran-Ku. Aku akan suruh malaikat
menjaganya. Kalau dia berdoa kepada-Ku, Aku akan segera menjawabnya. Kalau dia
minta kepada-Ku, Aku akan segera memenuhi permintaannya, perumpamaannya di
hadapan-Ku laksana perumpamaan taman firdaus”...
Demikian
sekilas maknawi dari Hadits Qudsi, secara implementasi makna mempunyai beberapa
tanda, antara lain ;
a. tanda
pertama “merendahkan diri”
Para
ulama mengatakan, kalau kita sudah berdiri di atas sajadah kemudian mengangkat
kedua tangan untuk bertakbir, berarti kita sudah “mi’raj” menghadap Allah –
Khaliqul Alam.
Imam
Al-Ghazali bercerita tentang shalat Imam Ali Zainal Abidin ketika beliau sedang
mengambil wudhu dan wajahnya kelihatan pucat pasi, tubuhnya gemetar. Ketika
ditanya, apakah yang menimpa anda ? Imam Ali Zainal Abidin menjawab: Engkau
tidak mengetahui di hadapan siapa sebentar lagi aku akan berdiri ?
Ketika
berwudhu saja Imam Ali Zainal Abidin menyadari sebentar lagi beliau akan
berdiri
di hadapan
Allah
Rabbul
alamin,
penguasa
alam semesta ini
karena
itu, pada waktu wudhunya saja
beliau
sudah gemetar, sudah ketakutan
s.u.b.h.a.n.a.l.l.a.h
b. tanda
kedua “menahan nafsu”
Orang
yang diterima shalatnya oleh Allah swt mampu mengendalikan diri dari hawa
nafsunya.
Pada
hari kiamat nanti, ada orang yang diistimewakan oleh Allah swt, dilindungi
khusus sebagai orang-orang penting pada hari kiamat yakni orang-orang yang
diajak kencan oleh seorang perempuan cantik yang mempunyai pangkat dan
kedudukan tapi dia lari dari ajakan tersebut dan berkata “aku takut kepada
Allah”.
Allahu
akbar, walillahilhamd,
c. tanda
ketiga “banyak berdzikir”
Tanda
ketiga ini ialah mengisi sebahagian siang dan malam mereka memanfaatkan untuk
menyebut Allah, berdzikir dalam nuansa kerinduan (mahabbah) yang asyiqin/
tenggelam dalam ke-asyikan yang dalam.
Dalam
al-Qur’an, kita tidak diperintahkan untuk
banyak
melakukan aamal tapi disuruh
untuk
melakukan amal
sebaik-baiknya.
Allah
mengingatkan kita ;
...”Allah
ingin menguji kamu siapa diantara kamu yang paling baik amalannya”... (QS. 11 :
8).
Allah
akan menguji manusia
siapa
yang paling baik amalannya
(ahsanu
amala) dan bukan yang paling banyak
amalannya
(aktsaru – amala) integritas keduanya tentu diperlukan
untuk
menjadikan
pribadi
kita
paripurna
(insanul
kamil)
dalam
menelusuri hakikat
kehidupan
ini.
d. tanda
lainnya “ solidaritas sosial”
Tanda-tanda
lainnya ialah membiasakan hati, menjadi lembut dan selalu bertakwa kepada-Nya.
Kalau hal ini kita lakukan, antara lain ; tidak sombong, memberi makan orang
yang lapar, memberi pakaian orang yang telanjang, menyayangi orang yang kena
musibah serta memberi perlindungan kepada orang yang terasing, maka kita akan
mendapat cahaya yang menerangi kegelapan dan Allah akan menambah pengetahuan di
saat kita tidak tahu.
Betapa
organnya shalat dalam artian makro, mencegah kemungkaran sekaligus mendekatkan
diri kepada-Nya.
Tapi
Rasul saw pernah mengingatkan kita dengan sabdanya ;
kalau
shalat seseorang
tidak
mencegah dari kemungkaran
maka
shalatnya tidak menambah sesuatu
kecuali
shalatnya akan
menjauhkannya
dari Allah
swt.
nanti
akan datang suatu zaman
seorang
muadzin melantunkan azdan kemudian
orang-orang
menegakkan shalat
tapi
di antara mereka
itu
tidak ada
yang
mukmin
Jadi
shalat bukanlah tanda bahwa seseorang yang melakukannya dapat disebut sebagai
mukmin, tapi itu merupakan tanda bahwa yang melakukannya adalah seorang Muslim.
Untuk mencapai itu seorang Mukmin melalui shalat ditambah dengan syarat-syarat
lainnya.
Karateristik
seorang Mukmin yang diterangkan dalam Shahih Bukhari, Rasul saw bersabda ;
Pertama
; barang siapa yang beriman (mukmin) kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia
menghormati tetangganya.
Kedua ;
barang siapa yang beriman (mukmin) kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia
senang menyambungkan tali silaturrahmi.
Ketiga ;
barang siapa yang beriman (mukmin) kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia
berbicara yang benar atau kalau tidak mampu berbicara yang benar hendaklah ia
diam.
Keempat
; tidak dianggap sebagai orang yang beriman (mukmin) apabila seseorang tidur
dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan.
Dengan
memperhatikan keempat hadits tersebut di atas, mencerminkan tentang keimanan
seseorang terhadap solidaritas muslim sesamanya.
Contoh
lain yang diibaratkan Rasul saw, mereka melaksanakan shalat berjamaah, tetapi
tidak akur dengan tetangganya, tidak sanggup berkata benar, tidak peduli dengan
lingkungan, maka mereka itulah orang yang melakukan shalat, tapi sebetulnya
tidak dihitung sebagai orang yang melakukan shalat.
Rasul
saw bersabda ;
Ada
dua orang umatku
yang
melakukan shalat yang ruku’
dan
sujudnya sama akan tetapi nilai shalat
kedua
orang tersebut sangat jauh berbeda
perbedaannya
laksana bumi dan
langit.
Oleh
sebab itu laksanakanlah shalat dengan baik dan benar dalam pengertian
sebenarnya yakni seluruh jiwa raga kita, kita shalatkan dalam pengabdian diri
kepada-Nya.
Maka
dengan demikian Allah akan menyuruh para malaikat untuk menjaga orang-orang
yang shalatnya komprehensif tersebut.
Dalam
al-Qur’an diterangkan ;
Kami
pelindung-pelindungmu
dalam
kehidupan dunia dan akhirat.
Di
dalamnya kamu akan memperoleh apa
yang
kamu inginkan dan
memperoleh
(pula)
di
dalamnya
apa
yang
dijanjikan
Allah
kepadamu
(QS.
41 : 31)
...”mereka
yang memikul arays dan mereka yang berada di sekitarnya, bertasbih dengan
pujian Tuhan, mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampunan bagi
orang-orang yang beriman”...
Wahai
Tuhan kami, kasihilah dengan ilmu-Mu yang meliputi segala sesuatu, ampuni
mereka yang kembali dan mengikuti jalan-Mu.
Jauhkan
mereka dari azab Neraka yang bernyala. Ya Tuhan kami, masuklanlah mereka ke syurga
Adn yang telah kau janjikan pada mereka bersama orang-orang yang saleh diantara
orang tua mereka, istri-istri dan keturunan mereka...
(QS. 40
: 7 -8).
Demikian
pengertian shalat secara makro yang merupakan alat untuk mensucikan hati
manusia agar dapat berhubungan dengan Allah, Khaliqul Alam sekaligus merupakan
sntapan rohani, penyiram kalbu, basah dengan suasana hidayah Allah.
peliharalah
shalat
bersihkan
niat, jadilah
orang
yang taat
kepada
insya
Allah
hidup
selamat dunia-akhirat.
sesungguhnya
beruntunglah
orang-orang
yang
beriman
(yaitu)
orang-orang
yang
khusyuk dalam shalatnya
(QS.
23 : 1-2)
dan
orang-orang
yang
memelihara shalatnya
mereka
itulah orang-orang yang
akan
mewarisi syurag Firdaus,
mereka
kekal
di
dalamnya
(QS.
23 : 9 – 11).
Rasul
saw bersabda ; seorang
selesai
mengerjakan shalat, tetapi yang
diterima
dari shalatnya itu sepersepuluhnya
sepersembilannya,
seperdelapannya, sepertujuh-
nya,
seperenamnya, seperlimanya, seperempat-
nya,
sepertiganya dan seperduanya,” ketika
ditanya
oleh para sahabat, kenapa begitu ya
Rasulullah,
beliau menjawab :”Shalat
Yang
diterima hanya yang dime-
Ngerti
oleh pelakunya”.
3.
Puasa
- Puasa
...”hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu perpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu,
agar kamu bertakwa”...
(QS.
2 : 183).
Puasa /
shiyam berarti “imsak” atau menahan, berpantang atau meninggalkan.
Menahan
diri dari segala membatalkannya juga merupakan latihan ikhlas, sebab puasa
tidak dilihat orang juga tidak mengharapkan pujian orang.
Dalam
puasa orang dididik ; “bahwa keridhaan Allah lebih besar dari pada dunia dengan
segala isinya”.
Allah
berfirman ;
...”dan
keridhaan Allah adalah lebih besar ; itu adalah keberuntungan yang besar”...
(QS. 9 : 72).
Ikhlas
menunjukkan
sucinya
niat, bersihnya tujuan
amal
dan lepasnya
manusia
dari
perbudakan
d.u.n.i.a
Puasa
menegaskan kembali pandangan hidup Muslim, maka puasa juga berarti pembersih
diri. Seorang Muslim dalam berpuasa dididik untuk menghindari segala perbuatan
yang tercela. Ia mengendalikan lidahnya
supaya tidak mengeluarkan lidah/kata keji, tajam dan menyinggung – menggunjing
orang lain.
Bahkan
apabila dicemoohkan orang sekalipun Rasul saw menyuruhnya untuk menjawab
sederhana “inni sha-im” (aku sedang berpuasa). Ia mengendalikan seluruh
pancaindra dan seluruh anggota badannya.
Demikian
pengendalian diri yang tinggi dalam usaha membersihkan pribadi menjadi insan
yang muttaqin.
Dalam
puasa, seorang muslim diajarkan untuk membiasakan berbuat baik.
Berbuat
baik kepada makhluk Allah dan berbuat baik dalam menyembah Allah untuk
mendapatkan “nur rabbani” pembersih
hati, menuju kelembutan kasih sayang, keutuhan insani dalam berbenah diri
mendekatkan hati menuju peningkatan takwa kepada-Nya.
Ibadah puasa
yang merupakan riyadhah untuk mendidik nilai moral sekaligus sebagai pesan
moral.
dalam
suatu Hadits diriwayatkan
bahwa
pada bulan ramadhan
ada
seorang wanita
sedang
mencaci
maki
pembantunya
dan
Rasul saw mendengarnya
kemudian
beliau menyuruh seseorang
untuk
membawa makanan
dan
memanggil
perempuan
itu
lalu
Rasul
saw
bersabda,
makanlah
makanan
ini, perempuan itu
menjawab,
saya sedang puasa
ya
Rasulullah ! Rasul bersabda lagi
bagaimana
mungkin kamu
berpuasa
padahal kamu
mencaci-maki
pembantumu
sesungguhnya
puasa
adalah
sebagai penghalang
bagi
kamu untuk tidak berbuat hal-hal
yang
tercela, betapa sedikitnya
orang
yang berpuasa dan
betapa
banyaknya orang
yang
kelaparan.
Ketika
Rasul saw mengatakan ‘betapa sedikitnya orang yang berpuasa dan betapa
banyaknya yang kelaparan’ Nabi menunjukkan kepada kita bahwa orang-orang yang
hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak sanggup mewujudkan pesan moral
ibadah itu dan tidak lebih sekedar orang-orang yang lapar saja.
Dalam
hadits lain Rasul saw bersabda ;
banyak
sekali orang yang berpuasa
tetapi
tidak mendapatkan
apa-apa
kecuali
lapar
dan
dahaga
oleh
sebab itu, kita temukan orang-orang yang tidak sanggup berpuasa, di dalam
al-Qur’an diharuskan untuk mengeluarkan fidyah untuk orang-orang dhuafa.
Jadi
kalaupun tak sanggup menjalankan ritual puasa, tidak berpuasa, paling tidak
laksanakanlah moral puasa itu yaitu menyantuni orang-orang fakir-miskin dan
dhuafa lainnya.
Puasa
dengan berbagai fadhilatnya mengandung banyak hikmah, antara lain ;
- Puasa merupakan latihan dan pembiasaan jiwa untuk berbuat kebaikan dan disiplin, ketaatan dan kesabaran.
- Barang siapa yang berpuasa ramadhan dengan penuh iman dan mencari ridha Allah, maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhari – Muslim).
- Puasa itu perisai untuk menghindari api neraka. (HR. Muttafaq alaih).
- Barang siapa yang bangun pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mencari ridha Allah, maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
(HR. Mattafaq alaih).
- Berpuasalah kamu, maka kamu akan sehat.
Bulan puasa memang bulan rahmat, lihatlah benda-benda yang memancarkan
cahaya dengan lebih bergairah demi cintanya kepada Sang Pencipta.
Dan perlu diingat dalam bulan ini terjadi dua peristiwa besar ;
- Nuzulul Qur’an :
Nuzulul Qur’an adalah peristiwa
turunnya al-Qur’an yang merupakan
pedoman umat Islam menuju pola
kebahagiaan dunia – akhirat dan
membacanya saja sudah bernilai ibadah.
- Lailatul Qadr :
Lailatul Qadr adalah suatu malam
yang penuh berkah berbanding
dengan seribu bulan di luar
Ramadhan dan malam ini semua malaikat turun ke bumi Allah hingga terbit pajar memberikan kedamaian kepada penghuni alam ini.
Allah berfirman ;
...”sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada lailatul qadr,
dan tahukah kamu apakah lailatul qadr itu ? Lailatul qadr itu lebih baik dari
seribu bulan, pada malam itu turun para malaikat dan malaikat Jibril dengan
izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahtraan
sampai terbit pajar. (QS. 97 : 1-5).
4.
ZAKAT
4. Zakat
...”ambillah
zakat itu dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu bersihkan dan
mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”...
(QS.
9 : 103).
Pengertian
zakat menurut lughat / bahasa berarti “an-nam-wu” (kesuburan), sedangkan
“thaharah” (bersih), barakah (keberkatan) dan juga “tazkiyatut-thath-hir”
(kesucian).
Maka
pengertian zakat secara makro adalah usaha pensucian pribadi terhadap harta
yang kita miliki, berarti kita berusaha menyehatkan rohani kita sekaligus
jasmaniahnya.
Rasul
saw bersabda ;
dan
siap yang
menyehatkan
rohaninya
maka
Allah akan menyehatkan
jasmaninya
(HR. Al-Hakim).
...”sungguh
beruntung orang yang membersihkan dirinya (membayar zakat) dan ia ingat
Tuhannya lalu ia mendirikan shalat”... (QS. 87 : 13-14).
Masyarakat
Islam dewasa ini, sudah mulai kesadarannya untuk membayar zakat walaupun dalam
tahap permulaaan.
Zakat
dengan segala
aplikasinya
memberikan tuntunan
agar
selalu bersyukur, melatih jiwa untuk
tidak
menjadi bakhil / kikir.
di
samping itu
dapat
membelanjakan
harta
tersebut secara baik dan benar
yang
sesuai dengan tuntutan dan tuntunan
Allah
– Khaliqul Alam.
Kedudukan
zakat sebagai salah satu rukun Islam mempunyai fungsi yang sangat penting
sekali dalam kehidupan manusia karena di satu pihak ia merupakan bentuk
pelaksanaan manusia sebagai makhluk sosial dan di pihak lain zakat mendorong
dinamika manusia untuk berusaha mendapat harta benda untuk dapat melaksanakan
sesuai dengan perintah Tuhan.
maka
dengan berzakat
kita
sudah melatih pribadi kita
menanamkan
jiwa yang stabil hubungan
vertikal
dengan Allah swt yaitu perasaan bersyukur dan pengendalian
diri
yang sadar
terhadap
eksistensi
ketentuan
Allah.
Juga memelihara
dimensi hubungan horizontal / sesama manusia dengan andil kepribadian sosial.
Maka
terciptalah perasaan damai, nafsu yang terkendali serta rasa syukur yang dalam
sebagai rampai-menyimpai ketegangan mental dalam tatanan kehidupan.
Maka dengan berzakat
berarti membersihkan /mensucikan
jiwa dari sifat-sifat bakhil dan tamak, menanamkan
perasaan cinta
kasih terhadap
golongan
dhuafa
(lemah)
mengembangkan
rasa semangat kesetiakawanan
dan kepedulian sosial terhindar dari
ancaman dan siksa Allah di
hari pembalasan.
Dengan
membayar zakat dan infak / sedekah dengan memberikan gambaran hikmah yang
terkandung di dalamnya sebagai jaminan Allah, menuju ridha dan maghfirah-Nya
sekaligus merupakan tabungan di hari kemudian.
...”dan
tetaplah kamu berinfak untuk agama Allah dan janganlah kamu menjerumuskan diri
dengan tanganmu sendiri ke lembah kecelakaan (karena menghentikan infak
itu)”... (QS. 2 : 159).
beberapa hal yang terasa oleh muzakky
(orang yang mengeluarkan zakat) ialah zakat
ditandai dengan nawa (niat) yang ikhlas sebagai ungkapan
bahwa kita tidak bakhil, kita
memiliki kesadaran bahwa rezeki
yang diberikan Tuhan
adalah titipan
juga
sebagai ungkapan
syukur, sekaligus memiliki
perasaan sebagai perwujudan imany
yang ikhlas.
Rasul saw bersabda ;
Sesungguhnya Allah tidak
menerima semua amal, kecuali yang
dilandasi keikhlasan
(HR. At-Tarmizi)
Sedangkan
bagi mustahiq (orang yang menerima zakat) bagi mereka bermakna membersihkan /
menghilangkan perasaan iri hati, benci terhadap aghniya (orang-orang kaya) yang
cukup dan mewah tapi tidak peduli terhadap penderitaan dhuafa.
Sekaligus menimbulkan rasa simpati terhadap aghniya dan
dapat modal kerja / mandiri tanpa selalu ketergantungan pada belas kasihan
orang lain.
Ajarkanlah kepada mereka
bahwasanya Allah swt telah mewajibkan
mereka mengeluarkan zakat dan diambil dari
orang-orang kaya mereka untuk
diberikan kepada
orang-orang
fakir
mereka
(HR. Bukhari – Muslim)
Dari Ibnu Umar, bahwasanya Rasul saw bersabda ;
aku diperintah supaya memerangi para
manusia sehingga mereka suka
bersaksi bahwa sesungguhnya
tiada Tuhan selain
Allah dan
bahwa
sesungguhnya
Muhammad adalah Rasul Allah
mendirikan shalat
dan juga
menunaikan
zakat
(HR. Bukhari)
5.
HAJI
5. Haji
...”mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap
Allah yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang
siapa mngingkari (kewajiban haji) maka bahwa
sanya Allah maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam”...
(QS. 3 : 97).
Arkanul
islam yang terakhir adalah naik haji ke Baitullah bagi yang mampu
melaksanakannya.
Syariat
haji adalah syariat yang terakhir diberikan Allah swt untuk dilakukan manusia.
Haji
merupakan ketentuan tersendiri dan pelaksanaannya mengundang berkumpulnya umat
Islam di seluruh dunia karena ibadah ini tidak bisa dilakukan di luar waktu,
tempat dan cara yang telah ditetapkan.
Dengan
ibadah haji dapat menumbuhkan perasaan dan keyakinan atas keagunagan Allah swt
dan timbulnya persaudaraan antar umat Islam.
Para
ulama mengatakan bahwa ketika kita melaksanakan ibadah haji sebenarnya kita
meninggalkan pekerjaan, keluarga dan handai tolan pergi ke baitullah.
Pada
hakikatnya haji merupakan gladi resik (latihan) untuk kembali kepada Allah.
haji mrupakan latihan
kematian karena kita meninggalkan
tanah air, keluarga dan meninggalkan tetangga
dengan niat ingin melepas kerinduan
mahabbah kepada Allah swt
kita ingin bersimpuh
di rumah-Nya yang suci kita
ingin mebasahi pipi kita dengan tangisan
maghfirah dan ampunan-Nya.
kita semua lahir di dunia
ini jauh di lubuk hati
kita, sebenarnya
mempunyai
kerinduan
untuk
kembali kepada-Nya
baik dengan terpaksa (ruju’ idhthirari)
maupun dengan suka rela (ruju’ ikhtiyari)
dan itulah yang
disebut
mati.
Haji
merupakan latihan kematian, menuju
panggilan Sang Habibur Rahman. Oleh sebab itu jemaah haji sering disebut
juga “dhuyufur-rahman”
(tamunya
Allah swt).
Mabrurnya
haji tidak diukur dari cara memperoleh bekal, tidak juga dari tempat tinggal
atau dari tingkat kepayahannya dalam melaksanakan ibadah haji.
Haji adalah perjalanan rohani
dari rumah-rumah yang selama ini
mengungkung kita
menuju rumah
Allah.
Haji
yang mabrur
adalah haji yang berhasil
mencampakkan sifat-sifat
hewaniah
dan menyerap sifat-sifat rabbaniyah/ketuhanan
Ketika
Abu Bashir terpesona mendengarkan gemuruh zikir orang-orang yang melakukan
thawaf, Ja’far as-Shadiq mengusap wajahnya, Abu Bashir terkejut karena ia
kemudian menyaksikan banyak sekali binatang di sekitar “baitullah”, dia sadar
bahwa dzikir saja tidak cukup untuk mabrur, diperlukan transformasi spritual.
Kepada
asy-Syibli yang baru kembali dari melakukan ibadah haji, Zainal Abidin – sufi
besar dari keluarga Nabi saw – bertanya kepadanya ;
...”ketika
engkau sampai di miqat dan menanggalkan juga pakaian kemaksiatan dan mulai
mengenakan busana ketaatan ?
Apakah
juga engkau tanggalkan riya (suka pamer) kemunafikan dan syubhat ? Ketika
engkau berihram, apakah engkau bertekad mengharamkan atas dirimu semua yang
diharamkan atas dirimu semua yang diharamkan Allah ? Ketika engkau menuju
Mekkah, apakah engkau berniat untuk berjalan menuju Allah ?
Ketika
engkau memasuki Masjidilharam, apakah engkau berniat untuk menghormati hak-hak
orang lain dan tidak akan menggunjingkan sesama umat Islam ?
Ketika
engkau sa’i apakah engkau merasa sedang lari menuju Tuhan diantara harap dan
cemas ?
Ketika
engkau wukuf di Arafah, adakah engkau merasakan bahwa Allah mengetahui segala
kejahatan yang engkau sembunyikan dalam hatimu ? Ketika engkau berangkat ke
Mina, apakah engkau bertekad untuk tidak menggangu orang lain dengan lidahmu, tanganmu
& hatimu ?
Dan
ketika engkau melempar jumrah, apakah engkau berniat memerangi Iblis selama
sisa hidupmu ?
Ketika
untuk semua pertanyaan itu, asy-Syibli menjawab “tidak”, Zainal Abidin mengeluh
“akh”, engkau belum miqat, belum ihram, belum thawaf, belum sa’i, belum wukuf
dan belum sampai ke Mina.
Asy-Syibli
menangis !
Dan pada
tahun berikutnya, dia berniat merevisi manasik hajinya.
Dalam manasik keluarga Nabi saw
yang menjadi persoalan
bukan lagi
kemampuan untuk
mendapatkan bekal dan
kendaraan tapi kesanggupan
meninggalkan rumah-rumah kita
yang kotor supaya bisa beristirahat di
rumah-rumah kita yang kotor
supaya bisa beristirahat
di rumah Allah
yang Maha
Suci
bila berhasil
berarti kita mabrur.
Demikianlah
tamsil fadhilah pelaksanaan ibadah haji yang banyak mengandung hakikat dalam
pelaksanaannya sekaligus hikmah yang dapat menumbuhkan perasaan dan keyakinan
atas keagungan Tuhan dan menimbulkan persaudaraan antar umat Islam.
Di
samping itu mendidik jiwa untuk mau berkorban, ikhlas dan sabar.
Hal ini
bisa kelihatan dari persyaratan dan pelaksanaan haji itu sendiri. Menimbulkan
disiplin pribadi yang kuat, taat dan teratur.
haji yang mabrur
tidak ada
ganjaran
baginya
kecuali syurga
Bagian keempat
(Menuju Insan kamil)
Bagian Keempat
(Menuju Insan Kamil)
...”sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam yang
sebaik-baiknya”... (QS. 95 : 4).
Manusia
dalam pandangan Islam, selalu dikaitkan dengan suatu kisah tersendiri. Di
dalamnya manusia tidak semata-mata digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi
yang berkuku pipih, berjalan dengan dua kaki dan pandai berbicara.
Lebih
dari itu, menurut al-Qur’an, manusia
lebih luhur dan ghaib dari pada yang dapat didefinisikan dengan
kata-kata.
Mereka
dinobatkan melebihi malaikat tapi pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih
berarti dibandingkan dengan setan dan binatang lainnya yang lebih rendah dan hina.
Untuk
mengangkat harkat dan martabat manusia, maka perlu mengadakan perbaikan dan
pembinaan kepribadian, antara lain, Allah berfirman ;
barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya
maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh
dan tidak menyekutukan Allah dalam beribadat
(QS. 18 : 110)
Untuk
menuju kepada jalan ‘insan kamil’ maka kita diminta untuk selalu beramal saleh,
yakni selalu mengerjakan perbaikan-perbaikan dalam beribadah dan tidak
menyekutukannya.
Di samping
itu kita juga disuruh mencoba berlatih dalam berbuat kesabaran karena dengan
sabar menjadikan kita insan yang patuh terhadap ritme dan ketentuan Tuhan serta
menciptakan jiwa tawakkal dan rasa syukur terhadap nilmat dan anugrah-Nya.
Allah
berfirman:
....”dan bersabarlah, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar”...
(QS. 8 :
46)
Untuk
itu semua, memerlukan latihan-latihan perbaikan baik bersifat jasmani dan
lebih-lebih lagi bersifat rohani.
Hal ini
diperlukan untuk berbenah diri menuju insan kamil, yakni perwujudan manusia seutuhnya
baik yang bersifat peribadatan/hablum-minallah maupun hablum minan-nas.
Langkah-langkah
itu antara lain ;
- Takhalli
Takhalli
berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela yang merupakan daki mati.
Allah
berfirman :
.....”sungguh beruntung orang yang
mensucikan jiwanya dan sungguh merugi orang yang mengotori jiwanya.”
(QS. 91
: 9-10).
Sifat-sifat
yang mengotori jiwa /hati itu antara lain ; hasad /iri hati, haqad /dengki,
benci, su-udz-dzan / berprangsangka buruk, kibir /sombong, ujub / merasa
sempurna diri dari orang lain, riya’ /memamerkan kelebihan, bakhil / kikir,
hubbul mal / mabuk kebendaan, tafakhur/ membanggakan diri, ghadab / pemarah,
khianat / munafiq dan lain sebagainya.
Maka
kaifiat membersihkan jiwa / hati tersebut antara lain ;
- suci dari najis dan hadas
- mensucikan diri dari dosa lahir yang dikerjakan oleh ; mulut – mata, telinga – hidung, tangan – kaki dan syahwat.
- Memelihara kesucian bathin / hati yang selalu penuh lathifah / kelembutan.
- Tahalli
Tahalli
berarti mengisi diri dengan sifat-sifat terpuji yang merupakan sinar hati.
Allah
berfirman ;
bahwa sesungguhnya Allah
memarintahkan untuk berlaku adil
berbuat kebajikan, hidup kekeluargaan
dan melarang kekejian, kemungkaran dan
permusuhan, bahwa Tuhan mengajarkan
kepada kamu sekalian (pokok-
pokok akhlak itu), agar
kamu menjadi
perhatian
(QS. 19 : 90).
Untuk
mengisi sifat-sifat tersebut diperlukan langkah-langkah sebagai berikut ;
- pokok dasar perbaikan akhlak
Dalam
rangka mengatur tata kehidupan manusia, Allah telah meletakkan dasar
pokok-pokok perbaikan akhlak, untuk menciptakan insan pembangunan.
Pokok-pokok
dasar perbaikan akhlak tersebut itu ialah, ikhlas dan ihsan dalam melandasi
setiap langkah dan cita-cita.
- sifat yang menyinari hati / jiwa
Setelah
kita melakukan pokok-pokok dasar perbaikan akhlak yaitu dengan menyinari hati /
jiwa dengan bertaubat, takwa dan syukur kepada-Nya.
walaupun malam terasa panjang
namun sang pajar pasti
akan datang,
walaupun
umur
kita
panjang
liang kubur
pasti akan kita
masuki juga.
- selalu mendekatkan diri kepada Allah
Taqarrub
/ mendekatkan diri kepada Allah adalah suatu kunci yang sangat tinggi dalam
usaha mengingat kepada-Nya.
Ali
karramallahu wajhah bertanya kepada Rasul saw ;
ya Rasulullah,
jalan apakah yang
dekat mencapai Tuhan ?
Rasul saw menjawab ; dzikrullah
(yakni dzikir kepada Allah)
ya Tuhan, Engkau-lah
yang aku maksud dan keridhaan-Mu-lah
yang aku tuntut
dengan dzikir
mengingat Allah maka
hati akan tenang tentram
(QS. 13 : 28)
siapa yang membiasakan dirinya
beristighfar maka setiap
kesempitan
akan
menjadi lapang
dan kesulitan akan menjadi
mudah dan Alllah akan memberinya
rezeki yang tidak diduga-duga
(HR. Abu Daud).
- Tajalli
Tajalli
berarti kenyataan Tuhan yang memberikan cahaya langit dan bumi.
Allah
berfirman ;
...”
Allah itu memberi cahaya langit dan bumi “...
(QS. 24
: 25 ).
Atas
landasan ayat tersebut di atas memberikan keyakinan kepada kita tentang
pancaran sinar Ilahi yang merupakan tajalli-Nya,
Allah swt.
Cahaya
ini akan memancarkan sinar ‘hudan’ /
petunjuk dalam mengitari arti kehidupan ini.
Tanpa
petunjuk Tuhan, manusia akan berada di gelapan, menjadikan ia tidak manusiawi
lagi, akan menjadikan insan-insan “asfala-safilin”
yang rendah dan hina melebihi hewan dan makhluk hina lainnya.
Untuk
memperoleh itu semua maka lakukanlah ;
-
dzikrullah (dzikir kepada Allah).
-
Berdoa dan shalat yang da-im (kontinyuitas).
-
Istighfar dan pengendalian diri
-
Khauf dan raja’ (cemas dan harap) hudan / hidayah Allah swt.
hai manusia
sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran
dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada)
dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang
yang beriman
(QS. 10 : 57).
dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu
yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan al-Qur;an itu
tidaklah menambah kepada
orang-orang yang
zalim selain
kerugian
(QS. 17 : 82).
jika kamu
berlainan pendapat
tentang sesuatu maka kembalikanlah
kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasulnya (sunnahnya) QS. 4 :
59
SENARAI RUJUKAN
SENARAI RUJUKAN
1. Fiqh
al-Mu’awadhat
by : al-Khudry, A.Al-hajj, DR
Damascus University
Syrian Arab Republic tahun 1401 H / 1981 M
2.
Manhaj Ilmiah Islamy
by : Asy-Syarkawi, Hasan, DR
1984
3. Tuhan
dan Manusia
by : Akbar, Ali, H
1984
4.
Fiqhuz-Zakah
by : al-Qaradhawi, Yusuf, DR
1401 / 1981
5.
Renungan-renungan Sufistik
by : Rahmat, jalaluddin
6. Bahan
Renungan Kalbu
by : Alibasyah, Permadi, Ir
Cahaya Makrifat bandung
2005.
7. Majalah
dan koran
serta bacaan-bacaan lainnya, situs dan
berbagai
website.
ISLAMIKA
memberikan gambaran
dinamika keislaman kita sekaligus
memberikan kedalaman makna
bukan saja estetika
bahasa, tapi
juga
filosofi
yang diakndungnya
oleh sebab itu
masuklah ke dalam Islam
secara kaffah / komprehenshif
walaupun malam terasa panjang
namun sang fajar pasti
akan terbit jua
walaupun umur kita
panjang, liang kubur pasti
akan kita masuki juga
Effendy Asmawi Alhajj
mengungkapkan secara sederhana
dan blak-blakan dalam buku ini
selamat menikmati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar