Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah
Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak
dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan garis
aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ini
terjadi pada 12 Rabi`ul Awwal tahun pertama Hijrah, yang bertepatan dengan 28
Juni 621 Masehi. Hijrah adalah sebuah peristiwa pindahnya Nabi Muhammad Saw
dari Mekkah ke Madinah atas perintah Allah, untuk memperluas wilayah penyebaran
Islam dan demi kemajuan Islam itu sendiri.
SEJARAH
Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya
perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan orang-orang Yatsrib yaitu suku Aus
dan Khazraj saat di Mekkah yang terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga Kaum
Quraisy pun merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Pembunuhan itu
direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya
yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW, sehingga ia
merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta
mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor
unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW
menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam
buta Nabi SAW keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari
kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu.
Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah
selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam
menunggu keadaan aman.
Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai
menurun karena mengira Nabi SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan
Abu Bakar dari persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang
diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang memang
telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW bersama Abu Bakar menuju
Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh
orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba
di Quba, sebuah desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka
beristirahat selama beberapa hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun.
Di halaman rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal
sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat
peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi
SAW. Sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut
perhitungan mereka, berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang,
seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke
tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan dan menyongsong
kedatangan Nabi SAW dan rombongan.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan
perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di
sepanjang jalan dan menyanyikan lagu Thala' al-Badru, yang isinya:
Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ'i
(celah-celah bukit). Kami wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada
Ilahi, Wahai orang yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu yang
harus kami taati. Setiap orang ingin agar Nabi SAW singgah dan menginap di rumahnya.
Tetapi Nabi SAW hanya berkata,
"Aku akan menginap dimana untaku berhenti.
Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya."
Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah untuknya.
Sejak itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madînah
an-Nabî (kota nabi). Orang sering pula menyebutnya Madînah al-Munawwarah (kota
yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
Setelah Nabi SAW tiba di Madinah dan diterima penduduk
Madinah, Nabi SAW menjadi pemimpin penduduk kota itu. Ia segera meletakkan
dasar-dasar kehidupan yang kokoh bagi pembentukan suatu masyarakat baru.
Dasar pertama yang
ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di dalam Islam), yaitu
antara kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah) dan
Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin).
Nabi SAW mempersaudarakan individu-individu dari
golongan Muhajirin dengan individu-individu dari golongan Anshar.
Misalnya, Nabi SAW mempersaudarakan Abu Bakar dengan
Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan Mu'az bin Jabal. Dengan
demikian diharapkan masing-masing orang akan terikat dalam suatu persaudaraan
dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini pula, Rasulullah telah
menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama,
menggantikan persaudaraan berdasarkan keturunan.
Dasar kedua adalah sarana terpenting untuk
mewujudkan rasa persaudaraan tsb, yaitu tempat pertemuan. Sarana yang dimaksud
adalah masjid, tempat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah,
yang juga dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk berbagai hal, seperti
belajar-mengajar, mengadili perkara-perkara yang muncul dalam masyarakat,
musyawarah, dan transaksi dagang.
Nabi SAW merencanakan pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama kaum muslimin. Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar, dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya.
Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan
pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, disamping orang-orang
Arab Islam juga masih terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab
yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat
diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka.
Perjanjian tersebut diwujudkan melalui sebuah piagam
yang disebut dengan Mîsâq Madînah atau Piagam Madinah. Isi piagam itu antara
lain mengenai kebebasan beragama, hak dan kewajiban masyarakat dalam menjaga
keamanan dan ketertiban negerinya, kehidupan sosial, persamaan derajat, dan
disebutkan bahwa Rasulullah SAW menjadi kepala pemerintahan di Madinah.
Masyarakat yang dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW di
Madinah setelah hijrah itu sudah dapat dikatakan sebagai sebuah negara, dengan
Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negaranya. Dengan terbentuknya Negara Madinah,
Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat
orang-orang Mekah menjadi resah. Mereka takut kalau-kalau umat Islam memukul
mereka dan membalas kekejaman yang pernah mereka lakukan. Mereka juga khawatir
kafilah dagang mereka ke Suriah akan diganggu atau dikuasai oleh kaum muslimin.
Untuk memperkokoh dan mempertahankan keberadaan negara
yang baru didirikan itu, Nabi SAW mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota,
baik langsung di bawah pimpinannya maupun tidak. Hamzah bin Abdul Muttalib
membawa 30 orang berpatroli ke pesisir L. Merah. Ubaidah bin Haris membawa 60
orang menuju Wadi Rabiah. Sa'ad bin Abi Waqqas ke Hedzjaz dengan 8 orang
Muhajirin. Nabi SAW sendiri membawa pasukan ke Abwa dan disana berhasil
mengikat perjanjian dengan Bani Damra, kemudian ke Buwat dengan membawa 200
orang Muhajirin dan Anshar, dan ke Usyairiah. Di sini Nabi SAW mengadakan
perjanjian dengan Bani Mudij.
EkspedEsi-ekspedisi tersebut sengaja digerakkan Nabi
SAW sebagai aksi-aksi siaga dan melatih kemampuan calon pasukan yang memang
mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru
dibentuk. Perjanjian perdamaian dengan kabilah dimaksudkan sebagai usaha
memperkuat kedudukan Madinah.
Perang Badar yang merupakan perang antara kaum
muslimin Madinah dan kaun musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H.
Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian yang terjadi antara
pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar
setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan
perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah.
Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan semangat pasukan yang membaja, kaum
muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima perang pihak pasukan
Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam perang itu.
Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Di
pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu
sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (QS. 3: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan
kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak pernah sepenuh hati menerima
perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi Muhammad SAW dalam Piagam
Madinah.
Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan
perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk membebaskan para tawanan dengan
tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis
dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam yang masih buta aksara.
Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap
dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badar, Nabi Muhammad SAW
mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin
hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat kekuatan Nabi SAW. Tetapi ternyata
suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badr, Nabi SAW juga menyerang Bani
Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW
lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini berlangsung pada
tahun 3 H. Perang ini disebabkan karena keinginan balas dendam orang-orang
Quraisy Mekah yang kalah dalam perang Badr. Pasukan Quraisy, dengan dibantu
oleh kabilah Tihama dan Kinanah, membawa 3.000 ekor unta dan 200 pasukan
berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Tujuh ratus orang di antara mereka
memakai baju besi.
Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah 700 orang. Perang pun berkobar. Prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur pasukan musuh yang jauh lebih besar itu. Tentara Quraisy mulai mundur dan kocar-kacir meninggalkan harta mereka.
Melihat kemenangan yang sudah di ambang pintu, pasukan pemanah yang ditempatkan oleh Rasulullah di puncak bukit meninggalkan pos mereka dan turun untuk mengambil harta peninggalan musuh. Mereka lupa akan pesan Rasulullah untuk tidak meninggalkan pos mereka dalam keadaan bagaimana pun sebelum diperintahkan. Mereka tidak lagi menghiraukan gerakan musuh. Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk segera melancarkan serangan balik. Tanpa konsentrasi penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan. Mereka terjepit, dan satu per satu pahlawan Islam berguguran. Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh. Sisa-sisa pasukan Islam diselamatkan oleh berita tidak benar yang diterima musuh bahwa Nabi SAW sudah meninggal. Berita ini membuat mereka mengendurkan serangan untuk kemudian mengakhiri pertempuran itu.
Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah 700 orang. Perang pun berkobar. Prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur pasukan musuh yang jauh lebih besar itu. Tentara Quraisy mulai mundur dan kocar-kacir meninggalkan harta mereka.
Melihat kemenangan yang sudah di ambang pintu, pasukan pemanah yang ditempatkan oleh Rasulullah di puncak bukit meninggalkan pos mereka dan turun untuk mengambil harta peninggalan musuh. Mereka lupa akan pesan Rasulullah untuk tidak meninggalkan pos mereka dalam keadaan bagaimana pun sebelum diperintahkan. Mereka tidak lagi menghiraukan gerakan musuh. Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk segera melancarkan serangan balik. Tanpa konsentrasi penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan. Mereka terjepit, dan satu per satu pahlawan Islam berguguran. Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh. Sisa-sisa pasukan Islam diselamatkan oleh berita tidak benar yang diterima musuh bahwa Nabi SAW sudah meninggal. Berita ini membuat mereka mengendurkan serangan untuk kemudian mengakhiri pertempuran itu.
Perang Uhuh ini menyebabkan 70 orang pejuang Islam
gugur sebagai syuhada.
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan
perang antara kaum muslimin Madinah melawan masyarakat Yahudi Madinah yang
mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat Mekah. Karena itu perang
ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tsb mengepung
Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya.
Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah menderita karena hubungan
mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu diperparah pula
oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah
pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan
kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak
sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin dan badai turun dengan
amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan
tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali
ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi
hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan,
hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi SAW
memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada bulan
suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan
pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk
berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara
Madinah dan Mekah,
yang isinya antara lain:
1. Kedua belah pihak setuju untuk melakukan gencatan
senjata selama 10 tahun.
2. Bila ada pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak
Muhammad, ia harus dikembalikan. Tetapi bila ada pengikut Muhammad SAW yang
menyeberang ke pihak Quraisy, pihak Quraisy tidak harus mengembalikannya ke
pihak Muhammad SAW.
3. Tiap kabilah bebas melakukan perjanjian baik dengan
pihak Muhammad SAW maupun dengan pihak Quraisy.
4. Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada
tahun tsb, tetapi ditangguhkan sampai tahun berikutnya.
5. Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota Mekah,
orang Quraisy harus keluar lebih dulu.
6. Kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan tidak
diizinkan membawa senjata, kecuali pedang di dalam sarungnya, dan tidak boleh
tinggal di Mekah lebih dari 3 hari 3 malam.
Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tsb sebenarnya
adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana
menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini :
·
Mekah adalah
pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa Arab
dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
·
Apabila suku
Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar,
karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di
kalangan bangsa Arab.
Setahun kemudian ibadah haji ditunaikan sesuai
perjanjian. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam setelah menyaksikan ibadah
haji yang dilakukan kaum muslimin, disamping juga melihat kemajuan yang dicapai
oleh masyarakat Islam Madinah.
Di Sisi Lain
Keberhasilan dakwah di madinah tak
terlepas dari sosok sahabat nabi, yang bernama MUSH'AB BIN 'UMAIR. Beliau
adalah salah satu sahabat nabi. Sebelum masuk hidayah tertanam didadanya,
beliau adalah seorang pemuda tampan, anak seorang bangsawan dan hartawan.
pemuda yang menjadi buah bibir warga mekah, khususnya para wanita. Ia lahir dan
dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya. Sampai akhirnya
hidayah Allah datang kepada beliau, dan beliau masuk islam dalam usia yang
masih muda, sekira 24 tahun berbagai kesenangan dunia serta kekayaannya ia
tinggalkan demi memilih islam sebagai agamanya.
Seorang Mush'ab yang memilih hidup miskin
dan sengsara demi Islam sebagai tuntunan hidupnya Pemuda ganteng itu, kini
telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari
makan dan beberapa hari menderita lapar. Sampai akhirnya Nabi Muhammad mengutus
beliau sebagai sebagai duta dakwah pertama ke madinah. Sejarah mengisahkan
betapa Al-Amin mempercayakan kepadanya. Mush'ab dipilih menjadi seorang utusan.
Seorang duta pertama dalam Islam. Ada amanah indah yang harus segera ia
tunaikan. Tugasnya mengajarkan tentang Islam kepada kaum Anshar yang telah
beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di Aqabah. Sebuah misi yang tentu saja
tidak mudah. Saat itu telah 12 orang kaum Anshar yang beriman.
Tak lama berselang, Allah yang maha besar,
memperlihatkan hasil usaha sungguh sungguh dari seorang Mushaib. Berduyun-duyun
manusia berikrar mengesakan Allah dan mengakui Rasulullah sebagai utusan Allah.
Jika saat ia pergi ada 12 orang golongan kaum Anshar yang beriman, maka pada
musim haji selanjutnya umat muslim Madinah mengirim perwakilan sebanyak 70
orang laki-laki dan 2 orang perempuan ke Makkah untuk menjumpai Nabi yang Ummi.
Madinah semarak dengan cahaya.
Usaha gigih yang diperbuat Mushab membuat Benih benih
islam tersemai dengan subur di madinah kesungguhan Mus‘ab bin Umair dalam
berdakwah. Setiap hari dalam hidupnya senantiasa memberikan konstribusi baru
bagi Islam di dalam dakwah dan jihad yang dilakukannya. Beliau adalah dai
pertama dalam Islam di kota Madinah. Di tangannyalah sebagian besar penduduk
Madinah berhasil diislamkan. Dia adalah peletak pertama fondasi Negara Islam
Madinah. Dia adalah kontributor sesungguhnya bagi Islam dan jamaah kaum Muslim.
STRATEGI
DAKWAH DI MADINAH
Beberapa strategi dirangka khusus setibanya Rasulullah
s.a.w di Madinah. Semua strategi berpandukan kepada arahan dan tindakan
Rasulullah s.a.w serta pengiktirafan baginda terhadap ide-ide daripada para
sahabat baginda.
A. PEMBINAAN MASJID
Masjid merupakan institusi dakwah pertama yang dibina
oleh Rasulullah s.a.w setibanya baginda di Madinah. Ia menjadi nadi pergerakan
Islam yang menghubungkan manusia dengan Penciptanya serta manusia sesama
manusia. Masjid menjadi lambang akidah umat Islam atas keyakinan tauhid mereka
kepada Allah s.w.t.
Pembinaan masjid dimulakan dengan membersihkan
persekitaran kawasan yang dikenali sebagai ‘mirbad’ dan meratakannya sebelum
menggali lubang untuk diletakkan batu-batu sebagai asas binaan. Malah,
Rasulullah s.a.w sendiri yang meletakkan batu-batu tersebut. Batu-batu itu
kemudiannya disimen dengan tanah liat sehingga menjadi binaan konkrit.
Masjid pertama ini dibina dalam keadaan kekurangan
tetapi penuh dengan jiwa ketaqwaan kaum muslimin di kalangan muhajirin dan
ansar. Di dalamnya, dibina sebuah mimbar untuk Rasulullah s.a.w menyampaikan
khutbah dan wahyu daripada Allah. Terdapat ruang muamalah yang dipanggil
‘sirda’untuk pergerakan kaum muslimin melakukan aktiviti kemasyarakatan.[2]
Pembinaan masjid ini mengukuhkan lagi dakwah baginda bagi menyebarkan risalah
wahyu kepada kaum muslimin serta menjadi pusat perbincangan di kalangan
Rasulullah s.a.w dan para sahabat tentang masalah ummah.
B. MENGUKUHKAN PERSAUDARAAN
Rasulullah SAW mengeratkan hubungan di antara
Muhajirin dan Ansar sebagai platform mempersatukan persaudaraan di dalam Islam.
Jalinan ini diasaskan kepada kesatuan cinta kepada Allah serta pegangan akidah
tauhid yang sama. Persaudaraan ini membuktikan kekuatan kaum muslimin melalui
pengorbanan yang besar sesama mereka tanpa mengira pangkat, bangsa dan harta.
Selain itu, ia turut memadamkan api persengketaan di kalangan suku kaum Aus dan
Khajraz.[3]
C. PEMBENTUKAN PIAGAM MADINAH
Madinah sebagai sebuah Negara yang menghimpunkan
masyarakat Islam dan Yahudi daripada pelbagai bangsa memerlukan kepada satu
perlembagaan khusus yang menjaga kepentingan semua pihak. Justeru, Rasulullah
s.a.w telah menyediakan sebuah piagam yang dikenali sebagai Piagam Madinah bagi
membentuk sebuah masyarakat di bawah naungan Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap
aspek kehidupan termasuk akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang,
kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek khusus
yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah,
tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum
bukan Islam, mereka mestilah berkelakuan baik bagi melayakkan mereka dilindungi
oleh kerajaan Islam Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk
Madinah sama ada Islam atau bukan Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah
sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta digeruni oleh musuh-musuh
Islam.
D. STRATEGI KETENTERAAN
Peperangan merupakan strategi dakwah Rasulullah di
Madinah untuk melebarkan perjuangan Islam ke seluruh pelusuk dunia. Strategi
ketenteraan Rasulullah s.a.w digeruni oleh pihak lawan khususnya puak musyrikin
di Mekah dan Negara-negara lain. Antara tindakan strategik baginda menghadapi
peperangan ialah persiapan sebelum berlakunya peperangan seperti pengitipan dan
maklumat musuh. Ini berlaku dalam peperangan Badar, Rasulullah s.a.w telah
mengutuskan pasukan berani mati seperti Ali bin Abi Talib, Saad Ibnu Waqqash
dan Zubair Ibn Awwam bagi mendapatkan maklumat sulit musuh.[4] Maklumat penting
musuh memudahkan pasukan tentera Islam bersiap-sedia menghadapi mereka di medan
perang.
RasUlullah s.a.w turut membacakan ayat-ayat al-Quran
bagi menggerunkan hati-hati musuh serta menguatkan jiwa kaum Muslimin. Antara
firman Allah Taala bermaksud:
“Dan ingatlah ketika Allah menjajikan kepadamu bahawa
salah satu dari dua golongan yang kamu hadapi adalah untukmu, sedang kamu menginginkan
bahawa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmy, dan Allah
menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayatNya dan memusnahkan
orang-orang kafir.” (Surah al-Anfal: 7)
Rasulullah s.a.w turut mengambil pandangan daripada
para sahabat baginda dalam merangka strategi peperangan. Sebagai contoh, dalam
peperangan Badar, baginda bersetuju dengan cadangan Hubab mengenai tempat
pertempuran. Hubab mencadangkan agar baginda menduduki tempat di tepi air yang
paling dekat dengan musuh agar air boleh diperolehi dengan mudah untuk tentera
Islam dan haiwan tunggangan mereka. Dalam perang Khandak, Rasulullah s.a.w
bersetuju dengan pandangan Salman al-Farisi yang berketurunan Parsi berkenaan
pembinaan benteng. Strategi ini membantu pasukan tentera Islam berjaya dalam
semua peperangan dengan pihak musuh.
E. PEMBERIAN COP MOHOR
Rasulullah s.a.w mengutuskan surat dan watikah kepada
kerajaan – kerajaan luar seperti kerajaan Rom dan Parsi bagi mengembangkan
risalah dakwah. Semua surat dan watikah diletakkan cop yang tertulis kalimah la
ila ha illahlah wa ana Rasullah[5] Tujuannya adalah untuk menjelaskan kedudukan
Rasulullah s.a.w sebagai utusan Allah dan Nabi di akhir zaman. Dalam
watikahnya, baginda turut menyeru agar mereka menyembah Allah dan bersama-sama
berjuang untuk Islam sebagai agama yang diiktiraf oleh Allah. Kebanyakan
watikah baginda diterima baik oleh kerajaan-kerajaan luar.
Contoh surat Nabi kepada Raja Parsi :
Nabi mengutuskan Abdullah bin Huzaifah bin Saham yang
membawa surat kepada Kaisar Humuz, Raja Parsi yang bunyinya sebagai berikut :
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang dari Nabi Muhammad Rasulullah kepada Kaisar penguasa Parsi. Semoga
sejahtera kepada sesiapa sahaja yang mengikut pimpinan Allah dan beriman kepadaNya
dan rasulNya dan bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah yang Esa tidak ada
sekutu bagiNya dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan rasulNya.
“Saya mengajak anda dengan ajakan Allah kepada umat
manusia dan untuk memperingatkan manusia yang masih hidup, bahawa siksaan akan
ditimpakan atas orang-orang kafir. Masuklah Islam dan hendaklah menerimanya.
Jika anda menolaknya, maka berdosalah bagi penyembah api.”[6]
F. HUBUNGAN LUAR
Hubungan luar merupakan orientasi penting bagi
melabarkan sayap dakwah. Ini terbukti melalui tindakan Rasulullah s.a.w
menghantar para dutanya ke negara-negara luar bagi menjalinkan hubungan baik
berteraskan dakwah tauhid kepada Allah. Negara-negara itu termasuklah Mesir,
Iraq, Parsi dan Cina. Sejarah turut merakamkan bahawa Saad Ibn Waqqas pernah
berdakwah ke negeri Cina sekitar tahun 600 hijrah. Sejak itu, Islam bertebaran
di negeri Cina sehingga kini. Antara para sahabat yang menjadi duta Rasulullah
ialah Dukyah Kalibi kepada kaisar Rom, Abdullah bin Huzaifah kepada kaisar Hurmuz,
Raja Parsi, Jaafar bin Abu Talib kepada Raja Habsyah.[7]
Strategi hubungan luar ini diteruskan pada
pemerintahan khalifah Islam selepas kewafatan Rasulullah s.a.w. Sebagai contoh,
pasukan Salehuddin al-Ayubi di bawah pemerintahan Bani Uthmaniah telah berjaya
menawan kota suci umat Islam di Baitul Maqdis. Penjajahan dan penerokaan ke
Negara-negara luar merupakan strategi dakwah paling berkesan di seluruh dunia.
KESIMPULAN
Strategi dakwah Rasulullah s.a.w di Madinah lebih
agresif dan besar. Madinah, sebagai Negara Islam pertama menjadi nadi pergerak
dakwah Islam ke seluruh dunia. Tapak yang disediakan oleh Rasulullah s.a.w
begitu kukuh sehingga menjadi tauladan kepada pemerintahan Islam sehingga kini.
Strategi yang bersumberkan kepada dua perundangan utama iaitu al-Quran dan
Hadis menjadi intipati kekuatan perancangan Islam dalam menegakkan kalimah
Tauhid.
Sukses hijrah Nabi Muhammad SAW ditandai, antara lain,
keberhasilannya mencerdaskan masyarakat Muslim yang bodoh menjadi umat yang
cerdas, menyejahterakan sosial ekonomi umat dan masyarakat dengan asas keadilan
dan pemerataan, serta penegakan nilai etik-moral dan norma hukum yang tegas.
Pendeknya, Nabi Muhammad SAW berhasil membangun kesalehan ritual yang paralel
dengan kesejahteraan material, ketaatan individual yang seiring dengan
kepatuhan sosial, dan terwujudnya kesejahteraan duniawiah-temporal yang
seimbang dengan keberkahan ukhrawiah yang kekal.
Sebuah fakta sejarah kemudian membuktikan bahwa proses
penyebaran Islam dengan dakwah jauh lebih cepat dan berkembang pada periode
Madinah ini dibandingkan periode Mekkah. Selain itu juga di Madinah, Rasulullah
dan Umat Islam berhasil membangun tata peradaban baru, tata pemerintahan, tata
ekonomi dan sosial yang demikian pesat perkembangannya.
Nilai-nilai yang
terkandung dalam proses Hijrah :
A. Pengorbanan
o Nilai ini ditunjukan oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu
ketika beliau tanpa ragu menyanggupi
untuk menggantikan Nabi untuk tetap berada didalam
rumah, bahkan beliau kemudian
tidur dan mengenakan sorban Nabi. Sungguh sebuah
pengorbanan yang sangat heroik
dimana Ali yang ketika itu masih seorang pemuda, rela
untuk menjadi tameng bagi
kelangsungan hidup Rasulnya, yang berarti pula
kelangsungan dakwah Islam
o Nilai ini juga ditunjukan oleh Abu Bakar as Shidiq,
yakni ketika beliau berkata
“ Biar saya yang masuk kedalam gua (Tsur) dulu, kalau
ada binatang buas atau binatang
berbisa didalam sana, saya rela mati, biar anda
meneruskan perjuangan dan dakwah anda”.
Lagi sebuah epik kepahlawanan dan pengorbanan yang
luar biasa. Kemudian dalamsebuah cerita kemudian benar Abu Bakar
digigit ular berbisa, namun ataskehendak Allah, beliau selamat dalam peristiwa
itu.
B. Keyakinan dan Tawakal
ketika berada dalam gua tsur yang gelap dan dalam
keadaan yang sedemikian rupa,
kemudian terucap kata-kata yang hanya akan keluar dari
lisan orang yang memiliki
keyakinan dan sikap tawakal yang demikian sempurna “
La Tahzan, innallah ma ana –
jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”
C. Kebersamaan
Peristiwa Hijrah ini melibatkan Nabi Muhammad yang
mewakili Pemimpin, Ali bin Abi
Thalib yang mewakili generasi muda, Abu Bakr, yang
mewakili golongan tua, bahkan
konon ada seorang perempuan yang bertugas menyupalai
makanan kepada Nabi dan Abu
Bakar selama mereka berada dalam gua – yang menurut
seorang ulama, ini menggambarkan
sebuah kesatuan, antara pemimpin, pemuda, orang tua
dan perempuan, sebagai salah satu
syarat “keberhasilan”, seperti kemudian digambarkan
bagaimana proses Hijrah ini adalah
menjadi tonggak sejarah dan momentum perkembangan
Islam.
D. Kondisi yang Kondusif
Sebagaimana diketahui, ketika sampai ditempat yang
baru, Nabi mengganti nama Yatsrib –
Mengecam, menjadi Madinah – Kota Peradaban. Ini
mencerminkan bahwa sebuah proses
keberhasilan tidak akan dicapai ketika orang-orang
yang berada didalamnya saling
mengecam satu sama lain, kritik yang tidak
konstruktif, asal ganti dan lebih mementingkan
kepentingan golongan dan pribadinya semata.
Penggantian nama menjadi Madinah
menyimbolkan bahwa keberhasilan hanya akan dicapai
dalam tata kehidupan yang beradab,
ada sopan santun dan etika ketika hendak menyampaikan
pendapat, kritik dan masukan, ada
tata aturan yang mesti dipenuhi oleh orang-orang
beradab, yang kemudian dibuktikan dalam
sejarah masa kini, bahwa dimanapun, tidak akan pernah
bisa mencapai keberhasilan, ketika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar